BAJAWA, RADAR-FLORES-------Polemik dan carut marutnya situasi pelayanan RSUD Bajawa semakin tak menentu, dugaan kuat dari sebuah informasi lepas yang konon mengatakan banyaknya kematian di Bajawa sebagai salah satu akibat memburuknya pelayanan RSUD yang mengalami degradasi manajemen. Ada apa RSUD Bajawa?. Hari Jumat (12/8/2011) Investigasi dari Wartawan Radar-Flores melakukan penelusuran untuk menguak segala misteri yang menjadi hantu menakutkan bagi sejumlah pasien yang kebetulan menjalani rawat inap di RSUD BAJAWA.
Saat media mencoba melihat situasi didepan apotik RSUD terlihat wajah-wajah yang tegang dan terlihat panik. Hal ini terlihat saat keluarga pasien menyodorkan resep pada petugas yang dari sisi pelayanan cukup bagus namun hasil akhirnya menjadi nihil hanya gara-gara ketidak ketersediaannya obat yang hampir 90 % dibeli diluar Apotik RSUD. Diruang Mawar keluarga pasien Cristiano Fua (31 th) korban kestrum lisktrik Jaringan PLN ini menceritakan, pelayanan personal cukup bagus terhadap keluarga mereka, namun dari sarana penunjang seperti obat dan alat kesehatan mereka sangat mengeluhkan. Hal ini disampaikan pula Bapak Kandung dari pasien, Yohanes Roja (57 th) pada wartawan, ia juga menambahkan hal inilah yang menyebabkan secara psikologis mempengaruhi pasien itu sendiri karena kepanikan yang tertular pada keluarga pasien. Yohanes mengatakan, ‘ kenapa pihak rumah sakit tidak upayakan dulu apa-apa yang dibutuhkan untuk menunjang tindakan medik, berapapun kami siapkan dana’. Tidak mau kalah keluarga pasien Aloysius Begu (57 th) penderita hipertensi , Vincentius Nusa (34 th) menambahkan mutu manajemen sangat buruk, contohnya pemakaian sewa rekam jantung harus bayar cash limapuluh ribu, kenapa ini tidak dibayar saat pasien sudah diperbolehkan pulang?. Ini mengingatkan pada sebuah slogan kapitalis ‘ADA UANG ADA NYAWA’. Dan yang lebih menggelikan di UGD menurut salah satu keluarga pasien yang tidak mau disebutkan namanya mengisahkan, pada saat yang emergency untuk melakukan tindakan medik, malahan disuruh menyiapkan/membelikan sarung tangan, jarum suntik, kain kaza dan kapas. Lalu yang menjadi pertanyaan benarkah RSUD BAJAWA sebagai rumah sakit tipe C yang sebenar-benarnya atau beberapa bulan terakhir ini sudah berganti menjadi RSUD NON STATUS?
Sebagai Anti klimaks dari akumulasi pelayanan RSUD BAJAWA yang setengah hati, terjadilah insiden terkait kematian seorang pasien yang bernama Bernadetta Endu (23 th) yang katanya dalam diagnosa disebutkan pengidap penyakit lupus. Keluarga histeris dan spontan melempar kaca ruangan diruang Anggrek. sesaat Bertha Endu sapaan pasien ini meninggal dunia kamis (11/8/2011) dugaan kuat menurut sebuah sumber yang tidak bersedia disebutkan namanya, meninggalnya pasien ini karena sebuah kelalaian, karena keterlambatan stok darah yang semestinya sesegera mungkin ditransfusikan pada pasien. Menurut Bapak Kandung pasien, Benediktus Lengi (55 th) menceritakan secara detail kronologis yang dialami anaknya saat dirawat dirumah sakit, hal ini diawali semenjak proses persalinan Bertha Endu yang melahirkan anak pertamanya di RSUD, menurut keluarga pasca persalinan ada beberapa kejanggalan pada proses persalinan yang tak lazim dilakukan. Dari kejadian inilah diduga menjadi pemicu rangkaian diagnosa-diagnosa baru hingga pasien ini divonis mengidap penyakit lupus. Menurut suaminya, Yulius Tete (23 th) satu hari sebelum meninggal dokter sempat mengatakan pada pihak keluarga bahwa besok (12/8/2011) Bertha Endu diperbolehkan pulang. Namun apa dikata, sebuah diagnosa yang patut dipertanyakan ! justru pasien pulang tinggal raga dan setumpuk obat yang tiada guna.
Kisah pilu keluarga besar Bertha Endu akhirnya berlabuh di Gedung DPRD Ngada, Senin (15/8/2011) Suami Almarhumah Bertha, Yulius Tete didampingi Mertuanya Benekditus Lengi melaporkan buruknya pelayanan RSUD Bajawa yang pada akhirnya merenggut nyawa orang yang dicintainya, di ruang kerja Wakil Ketua DPRD Ngada, Paulinus No Watu. Secara detail pihak keluarga menyampaikan testimony dan mengharap aspirasi mereka didengar dan ditindaklanjuti. Korban sudah berjatuhan menunggu sampai kapan. Ketua Komisi C, Yosef Dopo Bebi sempat mengatakan saat ditemui wartawan diruang kerjanya, “kami sampai bosan menegur pihak RSUD”, “Sudah dua kali rapat kerja kok ngak mempan”, kata Yosef Dopo, Hal itu juga dibenarkan oleh anggota komisi C yang lain yakni Teddy Lobo, ia menegaskan” Direktris RSUD tidak cakap me-manage rumah sakit”!, Sekretaris Komisi C Raymundus Bena menyampaikan, “ kenapa puskesmas, polindes, pustu tidak mengalami krisis obat, kok aneh”, “ini berarti instansi dibawah kendali dinas kesehatan bagus”, imbuhnya. Untuk diketahui rapat kerja menyangkut krisis pelayanan ini telah dilakukan dua kali, yakni rapat intern komisi C dan rapat lintas komisi dengan komisi A. Jika saja teguran dari para anggota dewan saja tidak digubris apalagi masukan dari masyarakat. Lagi-lagi hal ini menjadi kontroversi yang belum sepenuhnya mendapat titik terang bagi semua pihak dan terkesan ditutup-tutupi. Berkali-kali wartawan hendak mengkonfirmasi dengan pihak direktris RSUD drg. Maria Wea Betu MPH, namun hingga kini sulit ditemui, yang terjadi hanya rapat intern pihak menajemen namun tertutup bagi mass media. Seolah pihak rumah sakit menerapkan ‘secret manajemen’yang tak bisa ditembus oleh berbagai pihak untuk mendapatkan kebenaran informasi menyangkut krisis pelayanan. Memang benar sesuai penelusuran media bahwa pihak RSUD sempat memberi tanggapan pada media tertentu untuk untuk memberi reaksi atas aksi yang dilakukan masyarakat yakni menyangkut pengaduan anggota masyarakat tentang pihak manajemen RSUD ke gedung dewan. Namun yang menjadi pertanyaan apakah dalam memberi statemen harus dilandasi ‘like or dislike’pada insan pers. Dan ini menandakan bahwa perlu koreksi total dari berbagai pihak agar RSUD Bajawa segera di reformasi menyangkut buruknya kinerja manajemen.
“ISU PANSUS “ ANGGOTA DPRD NGADA MENGUAT
Seiring bergulirnya waktu bahwa pihak manajemen RSUD yang tak kunjung melakukan perbaikan yang signifikan maka sejumlah anggota DPRD Ngada berinisiatif mem-PANSUS-kan pihak RSUD Bajawa terkait buruknya pelayanan yang diberikan pada masyarakat. Hal ini disampaikan anggota Komisi C, Teddy Lobo dari Fraksi Demokrat diruang kerjanya, disaksikan sekretaris Komisi C, Raymundus Bena, SS., M.Hum, Wakil Ketua DPRD Ngada, Paulinus No Watu. Disatu sisi gebrakan DPRD Ngada ini bila sukses memberi citra tersendiri yang positif bahwa DPRD Ngada sangat peduli pada kepentingan rakyat dan bukan kepentingan penguasa semata. Teddy Lobo juga menyampaikan “Visi tanpa misi adalah khayalan”, tandasnya. Berkali-kali dengan geram ia mengatakan “apa masih kurang anggaran 6 milyar untuk JKMN (Jaminan Kesehatan Masyarakat Ngada)“.
“Terkait isu Pansus menjadi opsi terakhir bila beberapa hari kedepan terkait kelangkaan obat tidak kunjung diatasi”, kata Paulinus No, “sementara pihak DPRD minta untuk memodifikasi manajemen terkait penyediaan obat”, tambahnya. Nampaknya niat untuk membentuk pansus tidak main-main, karena konon dari narasumber yang tidak bersedia disebut namanya para pimpinan DPRD Ngada memberi lampu hijau atas gebrakan ini. Mungkin dengan jalan ini akan semakin terang benderang melihat persoalan RSUD Bajawa secara komprehensif. Untuk sehat memang mahal biayanya. Namun jika kepentingan Negara dan kepentingan rakyatnya bisa sinergi semua ada jalan keluarnya. Jika rakyat sakit tentu Negara sakit, namun lain hal jika memang pihak RSUD Bajawa mengutip teori tata negara yang lain seperti “Agar Negara Kuat, maka Rakyat Harus Dilumpuhkan” (---Teori Shang Yang). (M.Risdiyanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar