Kamis, 20 Oktober 2011

“MASALAH DEFISIT BISA MENJADI BOM WAKTU “ SEJUMLAH ANGGOTA DPRD NGADA BERSUARA

Bajawa,FajarBali------ Ngada defisit anggaran 44,6 milyar, saat ini menjadi topik hangat dan perbincangan di sudut-sudut desa. Tak ketinggalan sejumlah anggota DPRD Ngada menyikapi masalah ini, seperti Marselinus Nau yang akrab dipanggil Marsel dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) secara getol menyuarakan persoalan defisit ini (Rabu 12/10/2011). Ia mengatakan pemerintah harus menindaki lanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan NTT, karena dari asumsi awal silpa (sisa lebih perhitungan anggaran) 50 – an milyar , namun setelah temuan BPK – P ternyata temuan kita 28 milyar. ‘Berarti ada situasi krisis pada keuangan, berarti ada kekurangan silpa 27 milyar ‘, tandas Marsel. “Kenapa pemerintah tidak langsung melakukan diskusi, dalam hal ini menyampaikan permohonan pada DPR yakni melalui Badan Anggaran.
Pada kesempatan ini wartawan FajarBali sempat menanyakan ‘apa dampak defisit anggaran ?”. Buru – buru Marsel menyahut, “Berarti banyak hak-hak pelayanan publik terganggu”?, “seperti banyak terjadinya cutting anggaran di semua OPD (organisasi perangkat daerah), berarti banyak pelayanan berkurang padahal fungsi anggaran untuk apa”?, tanyanya. Saat wartawan menanyakan apakah ini bisa dikatakan ada kerugian ? Marsel menegaskan, “Sangat jelas kerugian sudah pasti, ini menandakan pemerintah sangat kreatif melanjutkan pembelanjaan, namun sangat tidak kreatif dalam melakukan mencari terobosan sumber-sumber pendapatan alternatif !”.
Terkait masalah defisif, ada pandangan lain yang dikemukakan Berny Dhei Ngebu Anggota DPRD yang berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), “Masalah defisit itu barang biasa”, Kata Berny pada wartawan saat ditemui. Ia menambahkan, “ada kok daerah lain yang mengalami angka defisit lebih besar, namun hal itu disikapi secara bijak”. Menurutnya masalah defisit ini hanya masalah administratif saja, soal ketersediaan dana tidak usah diragukan. “Jadi sebaiknya jangan dibesar-besarkan?”, imbuhnya. “Kalau memang anggaran tak mencukupi ya rasionalisasi saja terhadap sejumlah program pemerintah”. Katanya.
Berbeda dengan Berny, Anggota DPRD Syrilius Pati Wuli, S.Ag dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P), punya pandangan lain. Ia mengatakan, bahwa masalah defisit yang terjadi adalah karena ketidakcermatan dalam menetapkan sejumlah program terhadap pos anggaran. Lebih daripada itu dengan tegas ia menyampaikan ketidak setujuannya pada kebijakan rasionalisasi yang digembar-gemborkan oleh sejumlah kalangan termasuk pihak pemerintah dan beberapa anggota DPRD, sebagai upaya efesiensi untuk mengatasi persoalan defisit.
Sementara, sebelumnya Ketua DPRD Kabupaten Ngada Kristoforus Loko,S.Fil yang akrab dipanggil Kristoloko (7/10/2011) menegaskan pemerintah dan DPRD akan mencari solusi untuk menutupi dalam waktu yang tersisa beberapa bulan ke depan sebelum akhir tahun. Tetapi tegas Loko, untuk belanja publik yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti, pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya tidak boleh dipangkas.
Loko mengatakan, dalam paradigma pengelolaan keuangan saat ini ada istilah surplus dan defisit. Dalam batasan tertentu bisa dikatakan defisit dari total sekian persen dari pendapatan daerah. Dan untuk menutup defisit tersebut melaui pos pembiayaan Silpa (sisa lebih perhitungan anggaran) tahun 2010.
Pada sidang APBD induk tahun 2011, DPRD bersama pemerintah terungkap defisit anggaran mencapai 55,8 M. Dalam asumsi DPRD bersama pemerintah bahwa capaian realisasi APBD tahun 2010 terdapat silpa sebesar Rp 55 M. Tetapi sesuai hasil audit BKP, ternyata Silpa Kabupaten Ngada tahun 2010 hanya 28,9 M atau kurang 26 M untuk menutup defisit yang ada.
Setelah penetapan APBD induk, pemerintah mengajukan usulan untuk menggunakan anggaran APBD untuk menangani kebutuhan pemerintah yang bersifat mendesak, sehingga dewan juga menyetujui usulan pemerintah untuk menggunakan dana APBD mendahului perubahan. Hal ini dilakukan, kerena kebutuhan mendesak. Kata Loko, dengan adanya ruang menggunakan dana APBD tersebut, maka defisit yang dialami kabupaten Ngada dari 26 Milyar membengkak menjadi 44,6 Milyar. Meskipun demikian, kata Kristoloko dalam konteks aturan hal itu masih dikatakan wajar, karena pemerintah masih ada ruang beberapa bulan ke depan untuk menutupi defisit tersebut. Selain itu, ada asumsi kebijakan APBD tahun 2011, dimana target pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Ngada sebesar Rp. 21 M, ternyata realisasi PAD oleh pemerintah hingga perubahan anggaran baru mencapai 13 M.
Sejumlah anggota DPRD mengharapkan pemerintah agar mencari solusi untuk bisa menutup defisit yang ada dengan salah satunya efisiensi anggaran. Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka efisiensi anggaran adalah mengurangi pos dana untuk belanja langsung dan belanja pegawai termasuk di dalamnya anggaran perjalanan dinas dikurangi, (fb/risdiyanto)

Tidak ada komentar: