Kamis, 20 Oktober 2011

Dua Warga Kampung Welas Siap Gugat Kades Denatana

Bajawa, FajarBali,-----Usai menjalani kurungan 6,5 Bulan atas tuduhan ilegal logging yang ditimpakan pada dua warga Kampung Welas, Desa Denatana kecamatan Wolomeze, Yohanes Mande alias Jhony dan Simon Rudhu berniat menggugat balik pihak-pihak yang telah dianggap menjebak kedua warga tersebut sehingga sempat duduk dikursi pesakitan. Pihak yang digugat antara lain Kepala Desa Denatana, Antonius Ndala Ndewa sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas munculnya surat rekomendasi Aspal (asli tapi palsu) no: 050/23/DNT/12/2010 tentang memberi peluang kepada Yohanes Mande cs untuk mengolah kayu guna keperluan pembangunan Kantor Desa Denatana serta KRPH (Kepala Resort Polisi Hutan) kecamatan Wolomeze, Ambrosius Ude, demikian pernyataan yang disampaikan Yohanes Mande kepada wartawan FajarBali dikediamannya dikampung Welas, dan didampingi sejumlah kerabat dan warga sekitar, beserta ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Kabupaten Ngada, Nicodhemus Dhuka (selasa, 27/9/2011).

Yohanes Mande mengisahkan kronologis drama illegal logging yang dituduhkannya, sembari sesekali menghela nafas, menahan kegeramannya atas peristiwa yang pernah dialaminya. ”Pada Tanggal 2 Februari 2011 saya menghadap ke polisi di Polres Ngada”, katanya, “pada hari itu juga ditahan”, imbuh Mande. Menurutnya, tuduhan illegal logging ini dilaporkan oleh kepala desa Denatena, Antonius Ndala Ndewa pada tanggal 14 Januari 2011 kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Ngada dan diteruskan ke kepolisian resort Ngada. Mande mengungkapkan, ketidakmengertiannya atas pemutarbalikan fakta yang sesungguhnya bahwasanya ia mengerjakan sensor kayu yang telah terlebih dahulu ditumbangkan oleh petugas PLN pada Bulan Oktober 2010, “Saya bekerja sesuai rekomendasi yang diberikan”, “lalu dimana kesalahan saya”, Tanya Mande.
“Kalau memang saya dikatakan salah karena rekomendasi dianggap tidak sah”, “Kenapa yang mengeluarkan rekomendasi tidak dihukum juga?”, lagi-lagi Mande mengucapkan kekecewaannya.
Perlu diketahui seputar kontroversi penentuan tapal batas wilayah Cagar Alam (CA) menjadi “bola panas” dan berdampak pada perekonomian rakyat yang bersinggungan dengan wilayah yang disengketakan antara warga dengan pemerintah. Terbukti pasca dipenjarakannya Yohanes Mande dan Simon Rudhu, warga Denatana enggan menanam kayu dan mengolah kayu, juga takut berladang karena takut dianggap merusak wilayah yang diklaim oleh Dinas Kehutanan sebagai Wilayah Cagar Alam, Padahal hampir 90 % warga di desa itu bermata pencaharian petani dari jumlah 66 KK atau kurang lebih 400 jiwa. Hal ini juga dibenarkan oleh Simon Rudhu yang juga pernah menerima Penghargaan Kalpataru dalam rangka ‘Apel Lingkungan Hidup Sedunia’ di Kupang pada 21 Juni 2006. Sungguh ironis pahlawan hijau ini nyatanya dicap juga turut serta sebagai biang perusak hutan. Simon menguraikan, sebagai akibat kasus yang menimpa dirinya, kedua anaknya putus sekolah. Anak keduanya Sergius Ndema Rudhu yang duduk di semester tiga di Universitas Flores drop out (DO) karena ia tak mampu membiayainya, dan anaknya ketiganya, Yohanes Mangge Rudhu tidak meneruskan ke SMA. Menurutnya, hal ini dikarenakan kayu yang ditanam ditanah miliknya yang bersertifikat tidak boleh ditebang. Ia pernah menanyakan hal ini ke Dinas Kehutanan dan mendapat Intimidasi. Padahal kayu tersebut satu-satunya investasi yang ia tanam sejak tahun 1990. (fb/anto)

Tidak ada komentar: