Senin, 20 April 2009

Mutiara Yang Kusam

(Oto kritik bagi pemimpin lokal yang “chauvinis”, persembahan buat Nusa Bunga)

Pulau Flores dikelilingi puluhan pulau-pulau kecil disekitarnya seolah bagai galaksi yang memiliki ribuan planet dan mengundang daya tarik tersendiri. Kontur dataran yang berbukit dan bergunung-gunung melengkapi keindahan Pulau Flores, potensi tambang yang menjanjikan dan belum dieksploitasi dengan sungguh-sungguh , ini semua tak diragukan lagi bahkan lebih lengkap dibanding Pulau Bali. Posisi geografi yang strategis yang berdekatan dengan Australia yang dianggap merupakan konfigurasi kekuatan Eropa, tentunya menjadi posisi sentral untuk membentuk opini tentang Negara Indonesia bagi Warga Australia khususnya, juga warga Eropa pada umumnya. Masyarakat Flores yang berkarakter keras dan tidak mau kalah menjadi talenta tersendiri untuk berlomba-lomba memacu semangat membangun daerah ini dari ketertinggalan dibandingkan wilayah lain di Indonesia bagian barat.
Kesan eksotik tentang pulau ini dan masyarakatnya terasa hambar dengan realita yang ada. Kesan terbelakang, tertinggal dan miskin mental menjadi stigma buruk bagi daerah ini, dan menjadi momok mengerikan bagi perkembangan karakter masyarakat pulau ini. Adakah langkah yang salah sehingga fenomena semacam ini terjadi. Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah yang mesti bertanggung dengan kesalahan semacam ini.
Mengatasi persoalan komunal yang kompleks tentu tak mudah, tetapi juga tak sesulit yang digambarkan bila semua pihak yang berkompeten berperan serta dengan kesungguhan untuk mengatasinya. Pihak pemerintah, tokoh-tokoh adat dan masyarakat termasuk gereja harus berperan lebih aktif sebagai katalisator untuk mengubah keadaan yang semakin parah ini. Semangat Communalism pada masyarakat pulau ini mestinya menjadi citra positif dengan makna gotong royong, bukan justru sebaliknya hanya memikirkan kelompoknya, sukunya, marganya dan ketika menduduki posisi strategis dipemerintahan bahkan ketika dipercaya menjadi pemimpin pada suatu daerah karakter Chauvinis masih melekat kental pada pribadinya.
Di era globalisasi pada saat ini, tak dibutuhkan pemimpin semacam itu, dinamika pembangunan sekarang ini membutuhkan pemimpin yang familiar terhadap semua ras, suku dan agama. Pemimpin harus mengayomi dan mensejahterakan semua kelompok dan golongan. Seorang pemimpin diberikan sebuah Amanat ! Dan bukan untuk ber-Khianat terhadap sang pemberi amanat. Rasa cepat puas diri banyak menghinggapi para pemimpin lokal di pulau ini. Mereka mengganggap bahwa yang apa yang telah mereka perbuat adalah hasil terbaik untuk rakyat. Padahal itu semua jauh dari harapan dan cita-cita dari masyarakat di pulau ini. Gerbong pembangunan demikian dinamis, butuh pemikiran dan tenaga ekstra untuk mengerakkannya. Jangan lagi ada tipu muslihat dipucuk pimpinan, kini warga masyarakat pintar menelaah setiap persoalan yang berkembang. Pulau Flores yang mestinya bisa menjadi cahaya bagi daerah lain, kini harus redup ketika tangan-tangan yang berkuasa tak lagi tahu apa yang mesti diperbuat.
Sikap Welcome terhadap pendatang terkadang masih diiringi sikap phobia. Padahal cermin daerah yang maju adalah daerah penuh keterbukaan bagi setiap orang!.Kota/kabaputen di Pulau Jawa yang maju digerakkan orang-orang non Jawa (daerah luar pulau Jawa), sikap legowo masyarakat Jawa untuk berinteraksi dengan masyarakat yang plural menjadi efek income terhadap kemajuan pembangunan bagi masyarakat daerah-daerah di pulau Jawa. Hal ini juga dipengaruhi faktor kepemimpinan plural dan nasionalis bukan chauvinis (nasionalisme sempit). Karakter fundamental yang dimiliki masyarakat Flores memang menjadi pembeda dengan daerah lain, tapi bukan berarti menjadi alasan untuk tetap menjadi daerah yang terbelakang dan miskin mental. Ini tanggungjawab yang harus dipikul oleh setiap insan yang mengaku dirinya seorang pemimpin di daerah ini. Sikap chauvinis yang tersirat pada gaya kepemimpinan para pemimpin di Nusa Bunga ini bisa menjadi bumerang bagi kawasan ini. Anugerah yang Tuhan berikan pada daerah ini tak disambut dengan sukacita yang nyata dalam membentuk peradabannya. Lihatlah Bangsa Arab yang identik dengan gurun pasir saja mampu menampilkan masyarakat yang sejahtera secara finansial. Citra mengisolasikan diri kian nampak pada arah pembangunan masyarakat Flores. dengan alasan memproteksi kultur masyarakatnya.
Bercermin dengan masyarakat Bali yang kian percaya diri dalam menata arah pembangunan fisik dan mental peradabannya, tanpa mengeser adat istiadatnya bisa menjadi refleksi bagi para penguasa disini. Sikap feodal berarti melawan jaman, dan ini adalah tanda bahwa kita akan tergilas oleh perkembangan peradaban. Sang pemimpin mesti mampu menjadi tokoh pembaharu dalam menjalankan amanat rakyatnya. Dan menjadi lentera bagi semua orang dan golongan. Payung kekuasaan harus dijadikan modal dasar yang kuat untuk mengasah daerah ini untuk menjadi daerah yang maju. Banyak potensi dikawasan ini yang belum tergali. Baik, potensi tambang, budaya dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu tentu saja bisa memperbaiki taraf perekonomian masyarakat yang sedang sekarat. Kita memang tertatih-tatih menuju menuju gerbang kesejahteraan tapi jika kita memiliki pemimpin yang ideal tentu semua kesulitan akan teratasi. Kita semua disini punya mimpi kapan kawasan ini menjadi berkilau, menjadi magnet perekonomian kawasan Indonesia Timur. Sang pemimpin harus memberi apresiasi lebih terhadap tiap personal yang mampu mengikis kemiskinan mental dan materi dan bukan justru mengebirinya dan membelenggu dengan dalih kedaerahan. Kita belum tertinggal! Kita adalah mutiara. Kita belum diasah dan belum digosok hingga kita nampak kusam. Kita adalah mutiara yang kusam. Ini semua harus menyadarkan semua pihak untuk bersama-sama bangkit dari keterpurukan. Kita butuh pemimpin yang mampu membersihkannya hingga nampak bersinar dan elegan. Tapi kita juga butuh pemimpin yang plural bagi semua ras, suku, golongan dan agama. Semoga Nusa Bunga menjadi Mutiara yang sebenarnya.

Penulis: Mikael Risdiyanto SB
Forum Komunikasi Nasional
‘Pengagum Bung Karno’ Jakarta
Tinggal di
Ngedukelu , Bajawa
Kab. Ngada – Flores - NTT

Tidak ada komentar: