Jumat, 27 Maret 2009

Buang Pemimpin Yang Telah Gagal

Presiden Bukan “ Superbodi”
Cermin Kegagalan Sang Pemimpin Kabinet Indonesia Bersatu
Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilu 2004 silam sebagai presiden, bagi sebagian rakyat yang awam dengan intrik politik memberi harapan akan perubahan, dan tentunya perubahan dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Tetapi bagi sebagian kalangan yang mahfum dalam dunia politik tentunya tak lagi heran akan apa yang sekarang terjadi. Ekonomi rakyat semakin terpuruk, kesenjangan si kaya dan si miskin semakin lebar. Kita diajarkan menjadi serigala bagi sesama anak bangsa dengan segala praktek korupsi yang tersirat dilegalkan dalam birokrasi pemerintah dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Sang presiden dalam kampanye pemilu lalu menjanjikan perubahan dan bukan pembaharuan.
Lagi-lagi rakyat dijadikan tumbal dan kelinci percobaan demi pencitraan sang pemimpin. Sungguh ironis bangsa sebesar ini tak mampu lagi menemukan mutiara. Seolah tak ada lagi asa untuk menghamparkan segala cita rakyat Indonesia. Bagaimana mungkin membangun negeri ini jika dana pembangunan dikorupsi oleh mereka yang dipercaya untuk melaksanakannya?? Kekhawatiran ini tidaklah berlebihan. Ahli hukum dan politik Susan Rose – Arckerman menempatkan kepentingan pribadi, termasuk kepentingan dalam kemakmuran keluarga, sebagai motivator sentral dan universal bagi kehidupan manusia sehingga tak heran korupsi menjadi endemi(corruption & Government,2000).
Bertemunya kepentingan pribadi dan daya tarik kekayaan mengakibatkan manusia bisa menjadi beringas (Antonius Steven Un,2007). Filsuf Italia Nicolo Machiavelli (1469-1527) menyatakan “manusia lebih mudah melupakan kematian ayahnya daripada kehilangan bagian warisannya”. Hal inilah yang patut diwaspadai oleh publik sebab mentalitas yang demikian bobrok telah merasuk pada lingkaran kekuasaan.
Secara umum, negeri ini mengakomodasi praktek demokrasi. Namun banyak pengamat politik melihat itu sebagai suatu yang semu Meskipun komposisi pemerintah mencerminkan keberagaman masyarakat, itu tidak lebih melestarikan kekuasaan yang korup. Karena mereka – mereka yang masuk dalam kekuasaan karena dukungan para koruptor. Sehingga banyak kepentingan rakyat dipinggirkan dan dipasung. Lantas Pada gilirannya, akan luntur kepercayaan publik yang terdiri 3 kelompok. Pertama , publik tanah air tidak percaya pada institusi pemerintah dan hal ini berarti Penguasa telah gagal menjalankan roda pemerintahan termasuk melaksanakan pembangunan. Kedua, publik internasional dan lembaga donor tak lagi percaya kepada pemerintah. Hal ini berbahaya mengingat kita berada di ring of fire , potensi dan bencana politik amat besar. Ketiga, investor baik lokal maupun asing yang sudah sejak lama meresahkan korupsi birokrasi akan bertambah resah dengan suburnya korupsi di pemerintahan.
Menjelang bergantian tahun banyak masyarakat berharap mendapat kehidupan yang lebih baik. Tapi justru sebaliknya pengurangan jatah bagi BBM yang berSubsidi dijadikan algojo untuk membunuh rakyat. Alasan pengkonversian Minyak tanah dengan gas, Bensin Oktan 88 dikurangi stoknya untuk diganti Oktan 90, semua ini adalah akal licik dan pembodohan publik. Dan serba tidak masuk akal. Rakyat sengaja dimiskinkan agar mereka bisa tampil bak pahlawan menjelang pemilu 2009. Namun harus kita sadari kesabaran rakyat ada batasnya dan kita telah mengakui reformasi telah gagal. Bahkan tidak mustahil sebagian orang berharap adanya revolusi untuk menata kembali bangsa ini yang semakin rapuh. Kita membutuhkan oase politik dan kita menantikan suatu jawaban yang jujur dari sang pemimpin. Kenapa semua ini terjadi !, kita masih ingat ketika SBY naik ke pentas kekuasaan tertinggi lantas disambut berbagai bencana yang maha hebat. Ketika itu cibiran dari seorang paranormal terkemuka mengatakan “ Bahwa Tuhan Tidak Berkenan “ dan hal itu mungkin benar adanya.
Keniscayaan untuk mendapatkan pemimpin yang adiluhur bisa saja luntur, seandainya kita bersama-sama untuk komit mencari pemimpin alternatif yang mampu mengubah system, dan lagi bukan yang bermental opportunis. Kita semua sudah muak dengan kemiskinan materi dan rohani. Untuk itu marilah kita bangkit merapatkan barisan untuk mengatasi bersama segala permasalahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dari kita sendiri. Yakni berani memilih pemimpin yang jujur dan berani. Dan jangan memilih kembali pemimpin yang telah gagal.
Aufklarung

Tidak ada komentar: