Senin, 23 Februari 2009

Tokoh NTT Bersuara

Kutu Loncat Ekonomi dan Politik February 04nd 2008
Oleh: Agustinus Dawarja, S.H.

Pada tahun 1982, ketika Bapak Ben Mboi menjabat Gubernur NTT, beliau mencanangkan Operasi Nusa Hijau (“ONH”), seluruh wilayah gersang ditanami pohon Lamtoro Gung. Ketika ONH digalakkan, kita harus mengatakan kekaguman dan angkat topi pada program ONH tersebut karena daerah yang semula tandus menjadi hijau dan daun-daun pohon bisa digunakan untuk makanan ternak kambing, dan buahnya bisa digunakan untuk sayur mayur.

Kutu Loncat Memusnahkan ONH
Dalam beberapa tahun berikutnya dapat kita bisa saksikan daerah hijau ONH hampir memenuhi seluruh Wilayah NTT. Saat inipun kita masih bisa menyaksikan sisa-sisa program ONH tersebut. Sayang dalam sekejap dalam hitungan hari dan minggu, kutu loncat telah memakan semua daun pohon lamtoro gung tersebut sehingga meranggas dan tinggal ranting-rantingnya. Semua daun tidak tersisa dimakan oleh kutu loncat dan semua kita saksikan bagaimana kehijauan telah berganti menjadi ranting-ranting kering yang siap dibakar. Kayu pohonnya ditebang lalu dibakar menjadi kayu api. Demikianlah kisah tragis serangan kutu loncat atas program ONH yang pernah dibanggakan dan hampir 30 tahun sebelum program Climate Change digalakkan oleh berbagai negara di Bali baru-baru ini.

Kutu Loncat Politik
Apa hubungannya antara kutu loncat yang menyerang program ONH dengan “Kutu Loncat” ekonomi dan politik. Kalau di bidang politik menemukan Kutu Loncat lebih mudah mengidentifikasikannya. Para Kutu Loncat politik kadang kala disebut sebagai petualang politik. Para pelakunya bisa berpindah dari satu partai politik ke partai politik lainnya. Fokus mereka adalah partai yang berkuasa. Apapun partai dan bagaimana pun ideologinya para Kutu Loncat politik akan bergerilya hingga mencapai puncak atau mempengaruhi sistem politik partai tersebut.

Fokus politik para Kutu Loncat ini adalah ambisi pribadi mereka. Jika kutu loncat dalam operasi ONH memakan semua daun yang ada dan terus mengejar daun-daun hijau dari satu pohon Lamtoro, maka para Kutu Loncat politik akan melobi semua tokoh dalam struktur politik yang ada. Kutu Loncat politik akan mendekati pimpinan partai, pimpinan masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh bisnis dan mempergunakan kekuatan dan pengaruh tokoh tersebut untuk kepentingan sang Kutu Loncat politik.

Kutu Loncat politik sama seperti kutu loncat yang menyerang program ONH akan melakukan segala upaya termasuk melakukan dan menciptakan konflik antara tokoh agama dengan tokoh agama lain, tokoh pemerintahan dengan tokoh bisnis, antara tokoh bisnis yang satu dengan yang lain. Jika konflik telah disemai, para Kutu Loncat lalu memakan peluang-peluang politik hingga mereka menjadi pahlawan atau figur yang dominan dalam sistem politik.

Para Kutu Loncat politik tidak peduli dengan sistem kader partai politik, tidak peduli dengan progam partai serta sumber keuangan partai. Para Kutu Loncat politik membuat keadaan politik bergantung kepada Kutu Loncat politik secara monolitik.

Sama seperti kutu loncat yang menyerang program ONH, para Kutu Loncat politik hanya fokus pada kepentingan politik mereka. Memanipulasi keadaan dan membuat keadaan menjadi tidak bekerja sesuai dengan sistem politik adalah pekerjaan para Kutu Loncat politik. Mereka akan pindah dari satu partai ke partai yang lain jika keadaan politik yang kurang menguntungkan para Kutu Loncat politik. Kutu loncat yang menyerang program ONH juga melompat dari satu pohon ke pohon yang lain sampai akhirnya meninggalkan pohon dengan ranting yang kering. Demikian pula para Kutu Loncat politik akan meninggalkan partai setelah manfaatnya partai tidak berguna lagi.

Kutu Loncat Ekonomi
Bagaimana dengan Kutu Loncat ekonomi. Perilaku Kutu Loncat ekonomi tidak jauh berbeda dengan kutu loncat ONH dan Kutu Loncat politik. Sebagaimana ciri kutu loncat ONH, yang datang dan pergi sesuka hatinya dan meninggalkan pohon lamtoru gung yang hijau menjadi kering, maka demikian pula para Kutu Loncat ekonomi.

Ketika tambang timah di Bangka belitung merupakan tambang timah terbesar di dunia, maka para Kutu Loncat ekonomi datang menghisap semua keuntungan dari timah bangka. Ketika semua timah telah habis dimakan dan dicuri dari perut bumi, mereka menginggalkan pulau Bangka dan Belitung kepada masyarakat pemiliknya. Limbah dan racun tambang timah juga mereka tinggalkan. Habitat kehidupan yang pernah ada telah dicuri dari perut bumi Bangka sehingga Bangka tinggal bangkai. Sama seperti pohon lamtoro gung yang tinggal ranting. Timah di Bangka telah habis dikeruk dan dicuri dan merupakan pertambangan dan pencurian timah dari perut bumi yang terbesar di dunia, namun masyarakat Bangka Belitung tidak pernah bergerak dari kemiskinan dan kebodohannya. Pendidikan dan kesehatan yang terbatas serta kualitas kehidupan yang rendah. Jika dulunya tanah di Bangka masih bisa ditanami pertanian, maka setelah lubang-lubang hasil pencurian timah dari perut bumi, tidak dapat ditanami kembali oleh para petani lagi.

Ketika bisnis perkayuan bertumbuh para Kutu Loncat ekonomi membabat semua hutan di Sumatera dan Kalimantan sehingga tandus ribuan hektar. Kutu Loncat di bidang kehutanan telah mencuri pohon-pohon yang ditanam alam tanpa peduli untuk menanam kembali. Longsor dan banjir (Ronco dan Reno) menjadi makanan masyarakat yang ditinggalkan. Ketika pantai utara Jakarta layak untuk dihisap bagi kepentingan ekonomi Kutu Loncat ekonomi, maka para Kutu Loncat ekonomi menjual tanah dan bangunan di pantai utara Jakarta sehingga menimbulkan banjir dan menyengsarakan penduduk Jakarta. Para Kutu Loncat ekonomi tidak akan pernah peduli dengan kerusakan yang akan dibuatnya dan bahkan dalam Ronco dan Reno pun, para Kutu Loncat ekonomi juga memakan darah bantuan bagi para pengungsi Ronco dan Reno.

Bidang Pertambangan adalah Kutu Loncat Ekonomi Terbesar
Semua pengusaha tambang mineral akan datang ke suatu tempat ketika hasil eksplorasi ditemukan ada kandungan mineral dalam perut bumi. Tambang mineral yang patut kita kecualikan dari Kutu Loncat Ekonomi mungkin hanya minyak bumi dan gas alam, serta pasir dan batu bagi pembangunan ekonomi rakyat. Kita tidak perlu bantah bagaimana ketergantungan kita akan pasir, batu, minyak tanah, bensin dan listrik dalam kehidupan kita saat ini. Namun diluar tambang-tambang tersebut, hemat saya, kita tidak bergantung banyak.

Para pengusaha tambang akan datang dan tinggal sampai kurasan tambang dari perut bumi telah dikeruk dan dicuri dari perut bumi selaku pemilik mineral. Mineral merupakan sektor yang tidak dapat manusia hasilkan sendiri, dan manusia tidak dapat membuat emas seperti emas yang dihasilkan bumi. Sebagaimana ciri kutu loncat yang menyerang program ONH dan meninggalkan pohon lamtoro hanya rantingnya saja, maka perusahaan pertambangan pun akan mengambil isi perut bumi sampai habis. Ketika isi perut bumi di satu tempat telah habis mereka akan pergi ke tempat lain untuk mencari tambang lain. Dari pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan. Sulawesi, Sumbawa, Flores, Lembata mereka akan datang dan pergi. Mereka datang untuk mengerukl isi perut bumi dan mereka akan tinggalkan bumi dalam kerusakan tanpa peduli dengan apa yang akan terjadi.

Jika dalam sektor pertanian. Para petani kita menanam dan memanen dan menanam kembali, maka dalam pertambangan yang adalah pengerukan perut bumi dari satu tempat ke tempat lain dan meninggalkan lubang-lubang yang menganga. Mereka akan menggunakan bahan peledak untuk menghancurkan tanah, batu dan gunung untuk selanjutnya diambil untuk menjadi emas, nikel, biji besi, mangan, batu kapur dan sebagainya. Ketika laut telah dicemari, para Kutu Loncat ekonomi tidak peduli bahwa para nelayan sudah tidak dapat menjalankan pekerjaannya serta kebudayaan kenelayanannya. Fokus para Kutu Loncat ekonomi adalah manfaat ekonomi bagi dirinya sendiri. Setelah CSR (Corporate Social Responsibility) dicanangkan, seolah CSR baru dikenal. Para petani dan kebudayaan petani telah melakukan CSR jauh sebelum para imluwan dan Kutu Loncat politik dan ekonomi melakukannya. Para petani selalu menanam kembali apa yang telah dipanennya dan telah memberikan kehidupan dari generasi ke generasi. Jika emas tidak dipakai, kita tidak akan mati namun jika kita tidak makan nasi, jagung atau ubi atau gandum, maka kita semua akan mati. Maka sangat tidak adil jika para Kutu Loncat ekonomi dan politik bekerjasama untuk mematikan kehidupan para petani.

Para pengusaha tambang (selain minyak dan gas) patut kita sebut sebagai Kutu Loncat ekonomi karena kehadiran mereka akan meninggalkan ruang-ruang dan limbah-limbah yang merusak tata hidup alam dan sosial. Anggota pemerintahan dan legislatif yang mendukung perusahaan pertambangan (selain minyak dan gas) patut kita sebut sebagai Kutu Loncat politik. Jangan biarkan tanah, Ibu Pertiwi (tanah kelahiran) kita dimakan dan diambil oleh para Kutu Loncat ekonomi dan politik, siapa pun mereka dan dari mana pun mereka berasal. Kutu Loncat politik dan ekonomi tidak berbeda dengan kutu loncat yang telah memakan daun pohon Lamtoro Gung dalam ONH yang telah meninggalkan ranting dan akhirnya kayunya tinggal dibakar ke dalam api. Kutu Loncat ekonomi dan politik akan meninggalkan lubang dan limbah hingga para petani kita tidak dapat bertani kembali..lalu kita harus makan apa?
Posted By : Agustinus Dawarja

Tidak ada komentar: