Rabu, 26 Oktober 2011

Babi Program Perak Mulai Bermasalah “Anakan Babi Banjir di Desa Waebela”

Bajawa, FajarBali-------Sejumlah babi yang didistribusikan ke warga di Desa Waebela – Kecamatan Aimere diduga kuat bermasalah karena tidak memenuhi spesifikasi. Dari pantauan wartawan Fajar Bali di lapangan (Sabtu 21/10/2011), banyak warga mengeluh soal bantuan ternak dari pemerintah ini, selain ukuran terlalu kecil, juga dari usia babi yang menurut masyarakat setempat sangat tidak layak untuk dibagikan. Usia babi rata-rata 3 – 4 bulan. Beberapa warga di Dusun Kuruwea, Desa Waebela-Kecamatan Aimere yang enggan disebutkan namanya, mengatakan bahwa dalam sosialisasi dikatakan bahwa bantuan Babi yang akan diterima warga adalah indukan babi yang siap kawin, namun ironisnya implementasi dilapangan sangat berbeda dengan apa yang disampaikan dalam sosialisasi kepada warga.
Menurut informasi dilapangan, bahkan ada babi program perak yang mati ditangan warga seperti yang dialami Petrus Poso warga Dusun Delawawi-Waebela. Kabarnya babi yang diterima ukurannya terlampau kecil dan kurang sehat sehingga waktu diserahterimakan mati ditempat. Hal ini dibenarkan Sekretaris Desa Waebela Cosmas Dhay saat ditemui wartawan. Rencananya babi yang didistribusikan ke Desa Waebela berjumlah 153 ekor dengan rincian keluarga yang berhak menerima berjumlah 51 KK (Kepala Keluarga), Tiap KK menerima 3 Ekor Babi. Hingga berita ini diturunkan, menurut Cosmas Dhay sejumlah 111 ekor babi, ‘Jadi Kurang 42 ekor’, tegas Cosmas. Ketika hendak mengkonfirmasi ke kepala desa Waebela belum bisa ditemui, karena yang bersangkutan masih mengikuti rapat di kantor kecamatan Aimere.
Desa Waebela ini memiliki empat (4) dusun yakni Dusun Batamesimeze, Dusun Kuruwea, Dusun Delawawi dan Dusun Sewowoto. Desa Waebela dihuni hampir lebih dari 200 KK. Menurut Martinus Ndewa, Kepala Dusun Kuruwea Desa Waebela, semestinya kontraktor memenuhi aturan main, jangan menjerumuskan masyarakat. Seperti yang disaksikan wartawan rata-rata babi yang dibagikan berupa anakan babi, dari segi ukuran cenderung kecil. Warga setempat menceritakan bahwa ada sekitar 40 ekor babi ditolak warga karena tidak memenuhi spesifikasi dan warga tidak mau ambil resiko, makanya warga ramai-ramai menolak pembagian anakan babi.
Saat wartawan menanyakan siapa kontraktor yang menangani proyek babi didaerah Waebela, rata-rata warga disana tidak tahu menahu.
Aparat Kepolisian Kawal distribusi Ternak
Kepolisian Resor (Polres) Ngada terus mengkawal pelaksanaan porgram pemberdayaan ekonomi rakyat (Perak) yang saat ini sudah dalam tataran pendistribusian ternak kepada masyarakat. Upaya kepolisian mengkawal pelaksanaan program perak tersebut adalah sebagai bentuk pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara yang dapat merugikan masyarakat.
Kapolres Ngada, AKBP Mochammed Slamet, M.M yang dikonfirmasi wartawan melalui Wakapolres Ngada, Kompol Anthonius C.N, di ruang kerjanya, Kamis (20/10/2011) mengatakan, polisi tetap mengkawal pelaksanaan program perak hingga ke tangan masyarakat. Apalagi program perak merupakan program unggulan pemerintah dengan alokasi anggaran yang cukup besar. Oleh karena itu, polisi terus melakukan monitor terhadap proses pendistribusian ternak. Anthonius dikonfirmasi terkait informasi terjadinya kejanggalan dalam pendistribusian ternak kepada masyarakat di beberapa kecamatan.
Menurut Anthonius, polisi belum mendapat laporan resmi dari masyarakat penerima ternak terkait indikasi penyelewengan. “Kalau ada laporan dari masyarakat, kita akan tangani dan akan ditelusuri lebih lanjut. Apabila ada indikasi penyelewengan, maka polisi akan menggambil sikap secara hukum,” tutur Anthonius.
Dikatakannya, meskipun sejauh ini belum ada laporan resmi dari masyarakat tentang adanya indikasi penyelewengan dalam pendistribusian ternak, namun anggota polisi terus melakukan monitor di lapangan. Upaya tersebut untuk mengawasi terjadinya tindakan-tindakan yang dapat merugikan masyarakat penerima program.
Kabar yang diperoleh wartawan FajarBali dilapangan, dalam proses pendistribusian ternak khsusnya ternak babi dan kambing, adanya terjadi kejanggalan di lapangan. Informasi tersebut sudah diketahui para anggota DPRD Ngada, sehingga pada sidang pemandangan umum fraksi atas nota keuangan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (RAPBA-P), Kamis (20/10/2011), tiga fraksi meminta penjelasan pemerintah terkait kejanggalan tersebut.
Tiga fraksi yang mengkritisi pemerintah dalam hal pelaksanan programn perak adalah Fraksi Golongan Karya (Golkar), Fraksi Barisan Nurani Peduli Pembaharuan (BNPP) dan Fraksi Demokrat. Fraksi Golkar menilai, pelaksanaan program perak saat ini tidak sesuai dengan Pedoman Umum (Pedum) dan Petunjuk Teknis Operasional (PTO). Buktinya, di Kecamatan Riung, warga penerima ternak kambing yang seharusnya mendapatkan kambing enam ekor, tetapi hanya diberikan empat ekor saja. Demikian juga di Kecamatan Aimere dan Jerebu, di mana ternak babi yang diberikan kepada masyarakat tidak sesuai spesifikasi seperti yang tertuang dan Pedum dan PTO.
Sementara fraksi BNPP menyayangkan sikap pemerintah Ngada dalam hal ini SKPD yang menangani program perak yang telah mengabaikan kesepakatan berasama antara pemerintah dan DPRD. Dalam kesepakatan itu, saat ternak didistribusikan ke masyarakat, maka anggota DPRD dari daerah pemilihan yang bersangkutan harus dilibatkan sebagai bentuk pengawasan, tetapi dalam kenyataan, saat ternak didistribusiakan ke masyarakat, DPRD tidak dilibatkan. Atas sikap itu, Fraksi BNPP berencana membentuk panitia khusus (Pansus) perak.
Penegasan yang sama juga disampaikan oleh Fraksi Demokrat, di mana Fraksi Demokrat menilai ada kejanggalan dalam peleksanaan program perak, mulai dari proses pelelangan sampai pada distribusi. Dan pelaksanaan program perak tersebut belum ada tanda-tanda pemanfaatan bagi masyarakat. (fb/risdiyanto)

Tidak ada komentar: