Rabu, 26 Oktober 2011

Asosiasi Jasa Konstruksi Ngada Pertanyakan isu “Cost Cutting” di DPRD Ngada

BAJAWA, FajarBali—Sejumlah pengurus Asosiasi Jasa Konstruksi di Kabupaten Ngada mendatangi DPRD Ngada, Senin (24/10/2011). Kedatangan mereka bertujuan untuk menyampaikan pengeluhan kepada DPRD atas kebijakan pemerintah Kabupaten Ngada yang berencana melakukan cost cutting (pemotongan anggaran) terhadap beberapa program kegiatan yang nilai maksimal Rp. 500.000.000.
Seperti disaksikan wartawan FajarBali, pengurus jasa konstruksi yang datang sebanyak tujuh orang, diantaranya, Ketua Gapensi, Wiss Rau Bata, bersama sekretarisnya, Melkias Lape, Ketua Gapeknas Laurensius Pea, wakil sekretaris Gapeknas, Kanisius Kadju, Ketua Ikindo Kabupaten Ngada, Melkior Mbango, ketua Akindo Mayolus Gara dan Koordinator persatuan konsultan Indonesia Kabupaten Ngada, Pius Rasi Wangge.
Tiba di Gedung DPRD, mereka diterima Wakil Ketua DPRD Ngada, Paulinus No Watu, kemudian bersama dengan komisi B melakukan pertemuan singkat dan tertutup di ruang komisi untuk menyampaikan tujuan mereka kepada DPRD melalui anggota komisi B.
Ketua Gapeknas Kabupaten Ngada, Laurensius Pea usai rapat dengan anggota komisi C kepada FajarBali mengatakan, tujuan kedatangan mereka di DPRD adalah untuk menyampaikan keluhan atas kebijakan Pemerintah Kabupaten Ngada untuk melakukan cost cutting terhadap beberapa proyek yang sudah tandatangan kontrak bahkan ada proyek yang sedang berjalan saat ini. Pemerintah dalam melakukan cost cutting tidak melakukan koordinasi dengan pihak ketiga. Pemerintah dinilai melakukan hal itu secara sepihak yang dapat merugikan pihak rekanan.
Dia mengaku, informasi terhadap kebijakan pemerintah melakukan cost cutting itu diperoleh dari saat sidang jawaban pemerintah atas pemandangan fraksi-fraksi DPRD Ngada dan juga baca di media masa. Dimana pemerintah berencana melakukan cost cutting terhadap beberapa proyek yang nilai kontrak maksimal Rp. 500 juta. Dengan adanya kebijakan ini, maka pihak rekanan lokal yang menjadi korban, karena rekanan yang mengerjakan program kegiatan dengan nilai sampai Rp. 500 juta adalah pengusaha kecil yang sumber dana kegiatannya berasal dari pinjaman koperasi dan lembaga perbankan.
Para rekanan merasa khawatir dengan kebijakan yang diambil pemerintah saat ini, dimana pihak rekanan tetap melaksanakan pekerjaan sesuai dengan batas waktu kontrak, namun pemerintah melakukan pembayaran pada tahun anggaran berikutnya. Kebijakan ini dinilai mematikan para kontraktor khususnya kontraktor lokal dan akan berpengaruh pada proses pemberian upah bagi tenaga kerja.
“Ketika pemerintah tidak membayar kepada kontraktor, lalu upah untuk tenaga kerja mau ambil uang dari mana? Kita tahu para kontraktor sudah meminjam uang di Bank NTT dengan perhitungan pada saat fisik proyek sudah 100 persen uang dicairkan oleh pemerintah. Tetapi dengan kebijakan membayar pada tahun anggaran berikutnya menjadi masalah. Jika kebijakan ini dipaksakan, maka para kontraktor yang menjadi korban, terutama kontraktor lokal. Karena kontraktor yang menjadi pemenang proyek dengan pagu dana Rp. 500 juta itu adalah kontraktor lokal,” kata Pea.
Ketua Komisi B Dorthin Dhone yang akrab disapa Orthy ketika dikonfirmasi terkait dengan keluhan para pengurus jasa konstruksi mengatakan, keluhan para pengusaha jasa konstruksi sudah diterima anggota DPRD. “Kita sudah dengar keluhan itu, nanti kita bahas bersama pemerintah dan melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk mencari jalan keluar,” tutur Orthy.
Menurutnya, saat ini DPRD bersama pemerintah lagi membahas masalah kebijakan yang diambil pemerintah tersebut dan belum ditetapkan. Oleh karena itu, para pengusaha jasa konstruksi dimohon bersabar sambil menunggu pembahasan yang sedang dilakukan DPRD bersama pemerintah saat ini. (FB/Risdiyanto)

Tidak ada komentar: