Minggu, 22 Februari 2009

Sikapi Dengan Bijak Segala Potensi di Bumi NTT

Sat, 09 Jun 2007 03:02:23 -0700
http://www.indomedia.com/poskup/2007/06/08/edisi08/opini.htm
Manfaatkan minyak dan gas untuk kesejahteraan
Oleh Jacob J Herin *
HARIAN Pos Kupang dan Flores Pos rajin memberitakan penolakan eksplorasi tambang emas di Pulau Lembata, mengakibatkan pembaca kedua media tersebut
terpecah menjadi dua ada yang pro dan kontra. Harian Flores Pos edisi Jumat 18 Mei 2007 menulis berita berjudul "Para Pastor Tolak Tambang Emas di Lembata".
Berita selengkapnya sebagai berikut : para pastor se-dekenat Lembata sepakat menolak rencana penambangan emas dan tembaga di Kedang Kecamatan Omesusi dan Buyasuri serta Kecamatan Lebatukan. Kesepakatan itu terjadi tanggal 10 Mei lalu akan disosialisasikan para pastor diparoki masing-masing.

Setelah membaca berita tersebut penulis mencoba mengkonfirmasikan Romo pimpinan Dekenat Lembata, tetapi tidak ada jawaban. Ahkirnya mencoba informasi melalui Wakil Bupati Lembata, Andreas Liliweri, yang mengatakan bahwa tidak semua pastor di Lembata yang setuju dengan kesepakatan 10 Mei. Buktinya pastor pimpinan dekenat dan pimpinan SVD di Lembata tidak menandatangani surat kesepakatan tersebut. Mereka yang menolak itu adalah mereka yang tidak mengerti tentang kehidupan ekonomi rakyat .Sedangkan pastor yang mengerti tentang kehidupan ekonomi rakyat yang kini sangat miskin dan mendorong mereka untuk bisa meraih kesejahteraan itu tidak ikut menandatangani kesepakatan 10 Mei.
Pokoknya tidak semua pastor yang setuju menolak.
Mereka yang menolak kehadiran investor melakukan eksplorasi tambang emas di Lembata khawatir adanya kerusakan lingkungan hidup dan sistem kebudayaan penduduk serta efek negatif lainnya yang dapat merugikan rakyat Lembata.
Pro dan kontra kehadiran investor di NTT akan merugikan rakyat. Tingkat pendapatan perkapita rakyat tidak akan berubah atau meningkat jika semua rakyat NTT tidak mencari jalan keluar dari lingkaran kemiskinan. Pemerintah sebaiknya mempunyai data yang lengkap tentang sumber daya alam baik di atas permukaan bumi maupun di dalam perut bumi, di darat dan di laut. Dengan demikian jika investor yang hendak menanamkan modalnya di Propinsi NTT pemerintah menyodorkan data kepada para investor. Mereka hanya memilih lokasi-lokasi usaha yang aman dari berbagai gangguan manusia, termasuk pro dan kontra seperti terjadi saat
ini di Lembata. Ingat, rakyat NTT masih hidup di dalam lingkaran kemiskinan sehingga perlu dicari jalan keluar untuk membebaskan mereka dari belenggu kemiskinan. Salah satu alternatifnya adalah mendatangkan investor.
Pekan kedua bulan Desember 2006 lalu Bank Dunia secara resmi meluncurkan hasil studi tentang kemiskinan di Indonesia. Studi itu menghasilkan estimasi jumlah orang miskin hampir 109 juta (49 persen) dari total 215 juta jiwa penduduk Indonesia dan menyarankan pemerintah untuk lebih serius melaksanakan strategi revitalisasi pertanian guna mengurangi angka kemiskinan.
Ukuran indikator garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia sebesar 2 dollar AS per hari. Garis kemiskinan 2 dollar AS per hari umumnya digunakan untuk menunjukkan betapa besar penduduk di suatu negara yang sangat rentan terhadap perubahan pendapatan, sebagaimana digunakan Bank Dunia dalam studi terakhir kemiskinan di Indonesia.
Selama ini Indonesia menggunakan indikator garis kemiskinan yang diturunkan dari kebutuhan dasar kalori minimal 2.100 kkal atau sekitar Rp 152.847,00 per kapita per bulan. Dibagi dalam dua wilayah, pendapatan per kapita sebesar Rp 175.324,00 untuk perkotaan dan Rp 131.256,00 untuk pedesaan. Angka resmi penduduk miskin, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), per Agustus 2006 adalah 39,1 juta orang atau 17,75 persen dari total penduduk Indonesia.
Apa pun indikator yang digunakan, persoalan angka kemiskinan yang sangat besar dan tingkat pengangguran yang mencapai 11 juta orang adalah fakta yang tidak dapat dianggap ringan pemerintah, elite politik, dan elite ekonomi Indonesia.
Indonesia dikhawatirkan sulit mencapai target Tujuan Pembangunan Abad Milenium (Millennium Development Goals/MDGs), yaitu mengurangi jumlah kemiskinan menjadi separuhnya pada tahun 2015.
Propinsi NTT merupakan salah satu propinsi kepulauan yang memiliki banyak sumber kekayaan alam di dalam perut bumi khususnya dasar laut. Bagaimana memanfaatkan kekayaan alam ini untuk kesejahteraan rakyat banyak? Kekayaan alam adalah mineral dan sumber yang tak bernyawa di dasar laut dan/atau di dalam lapisan tanah di bawahnya bersama-sama dengan organisme hidup yang termasuk dalam jenis senditer, yaitu organisme yang pada masa perkembangannya tidak bergerak baik di atas maupun di bawah dasar laut atau tak dapat bergerak kecuali dengan cara selalu menempel pada dasar laut atau lapisan tanah di bawahnya.
Lazimnya disebut dalam istilah-teknisnya sebagai sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non hayati. Dengan pengertian sumber daya alam hayati termasuk semua jenis binatang dan tumbuhan termasuk bagian-bagiannya yang terdapat di dasar laut dan ruang air zona ekonomi eksklusif (ZEE) . Sedangkan sumber daya alam non hayati termasuk unsur alam bukan sumber daya alam hayati yang terdapat di dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang air ZEE.
Pemanfaatan hasil penyelidikan laut dalam dan ruang samudera, dewasa ini di Indonesia baru tampak dalam pengeksploitasiannya berupa pertambangan minyak dan gas alam lepas pantai. Di luar Indonesia pengeboran minyak bumi di dasar laut telah dimulai sejak tahun 1880-an, ketika untuk pertama kalinya eksploitasiminyak bumi lepas pantai di California, Amerika Serikat.
Laporan Masomoto Yashiro, Presiden ESSO Standar Sekiyu K.K Jepang, pada International Ocean Symposium di Tokyo 1977, bahwa pemerintah Jepang pada tahun itu telah melakukan pengeboran minyak di Laut Niigata dan menemukan hasilnya secara memuaskan. Saat ini ternyata hampir di seluruh lautan dunia dilakukan pengeboran minyak dari dasar laut, mulai dari Nusantara (Indonesia), Australia, Teluk Persia/Arabia, Laut Tengah, Laut Utara, Laut Africa-Barat, Laut Karibia dan Laut America Selatan. Masamoto Yashiro melaporkan bahwa masa itu tercacat ada 70 negara yang melakukan pengeboran minyak dari dasar laut, sedangkan sudah 30 negara telah dapat menikmati hasil minyak tersebut secara nyata.
Majalah Foffshore 1977 dalam laporannya menyebutkan bahwa menurut hasil penelitiannya, telah terdapat RIG (kapal pengebor minyak) berikut anjungannya di seluruh lautan dunia sebanyak 356 unit. Dan jika ditambahkan rig-rig yang sedang dibangun atau sedang ditarik ketempat operasinya, maka dunia akan memiliki tidak kurang dari 400 unit. Dari jumlah rig tersebut, pada tahun 1976 diperhitungkan telah dapat dihasilkan minyak mentah sekitar 8,6 juta barel/perhari. Yang ternyata merupakan 15 % dari seluruh produksi minyak bumi dunia pada masa itu.
Suatu resolusi baru terjadi dalam teknik dan cara penambangan meneral dari dasar laut ketika diperkenalkan sistem pertambangan bahan tambang polymetellic yaitu penambangan bahan tambang yang mengandung di dalamnya banyak dan berbagai jenis unsur logam (polymetallic). Sistem pertambangan bahan tambang polymetallic yaitu penambangan bahan tambang yang mengandung banyak dan berbagai jenis unsur logam. Sistem pertambangan bahan tambang polymetallic semacam itu sudah dengan sendirinya sangat lebih menguntungkan daripada pertambangan bahan tunggal, karena satu kali tambang dapat diperoleh berbagai macam jenis sekaligus. Pertambangan bahan tambang polymetallic semacam itu kini lebih dikenal dengan sebutan pertambangan nudul-mangan di dasar laut.
Nodul adalah nama sebutan sejenis batu-batuan hitam yang banyak berserakan di dasar laut pada kedalaman 2000-5000 meter yang di dalamnya ternyata mengandung nikel, perak, coilbalt, mangan, tembaga, seng, besi dan lain-lain.Penemuan nodul tersebut adalah hasil penelitian dan penyelidikan batu hitam yang pernah dipungut oleh HMS Challenger pada tahun 1973 - 1976, ketika melayari Samudera Pasifik.Konteks kita. Dalam dasawarsa terakhir ini sumber daya alam energi mulai banyak dimanfaatkan dari perairan Indonesia. Misalnya minyak bumi dan gas alam dari sumur di wilayah pesisir maupun di lepas pantai. Di Indonesia sebanyak 40cekung (Basin) yang potensial mengandung minyak bumi dan gas alam. Cekungan tersebut sebagian besar berada di wilayah pesisir dan perairan paparan benua, tetapi ada juga yang terdapat di perairan jeluk (dalam) misalnya di Laut Banda, Laut Sulawesi, Laut Flores, Laut Timor (Celah Timor), Selat Makasar, Laut Sawu dan beberapa cekungan di sepanjang Samudera Hindia. Sebagian sumber minyak bumi dan gas alam tersebut telah banyak ditambang di perairan lepas pantai seperti di laut Jawa, pantai Kalimantan Timur. Pada tahun 1985 produksi minyak mencapai 35 % dari separuh produksi nasional. Sedangkan gas alam telah ditambang di perairan Jatibarang, pantai utara Jawa Barat, Arun di Aceh dan Bontang di Kalimantan Timur. Minyak bumi dan gas alam merupakan dua sumber energi utama dan tulang punggung sumber devisa Indonesia masa itu. Peranannya di masa mendatang masih akan sangat besar sampai dengan tahun 2035 mendatang jika Indonesia tetap mengintensifkan eksploitasi ladang minyak. Panambangan sumber minyak dan gas alam serta berupaya menguasai teknologi penambangan pada laut jeluk (lebih dari 200 meter), lepas pantai dan bawah air.
Tingkat produksi minyak bumi Indonesia pada era tahun 1985 sekitar 1,3 juta barel setiap harinya disesuaikan dengan kuota yang telah disepakati OPEC. Dari data geologi dapat dketahui bahwa di Indonesia terdapat 40 cekungan berpotensi mengandung minyak dan gas bumi (hidrokarbon). Dari 40 cekungan itu sekitar 10 telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106, 2 miliar barel setara minyak, namun baru 16, 7 miliar barel yang diketahui dengan pasti, 7,5 miliar barel ada di darat 57,3 miliar barel terkandung di lepas pantai.
Lebih dari separuh cadangan minyak di lepas pantai, 32, 8 miliar barel terdapat di laut dalam. Melihat potensi yang dimiliki dan tingkat eksplorasi dapat dikatakan bahwa prospek minyak bumi dan gas alam masih cerah.
Sumber minyak bumi dan gas alam yang terdapat di kedalaman 4000- 5000 meter di dasar di wilayah Propinsi NTT antara lain di Laut Flores yang membentang dari Kepulauan Komodo hingga ke utara Pulau Adonara sampai di Propinsi Sulawesi Tenggara. Di Laut Sawu, misalnya, potensi minyak bumi dan gas alam membentang di wilayah selatan Pulau Flores dan Solor meliputi bagian barat Pulau Sumba hingga ke Pulau Pasir dan di Laut Timor atau Celah Timor.
George J Aditjondro dalam bukunya berjudul : Is Oil Thicker than blood? A study of oil companies interests and Western complicity in Indonesia annexation of East Timor menulis bahwa sejarah eksplorasi minyak di laut Timor sudah dimulai sejak tahun 1860 oleh sebuah perusahaan dari Inggris yang dipimpin oleh Alfred Russel Wallace. Kemudian tahun 1861 British Mining Engineer melakukan penelitian selama dua tahun di wilayah Timor Portugis. Selanjutnya berhenti, kemudian pada tanggal 20 November 1891 Britis Mining Engineer bekerja sama dengan sebuah perusahaan dari Australia selama dua tahun dari1891-1892 melakukan pengeboran (dreling) di wilayah Laclubar, Kabupaten Viqueque dan menemukan potensi sejumlah minyak .
Pada tahun 1902 terjadilah konsesus antara perusahaan pertambangan dari Jepang, Francis, dan Australia dengan Portugis di Timor Portugis untuk melakukan eksplorasi, tetapi karena ada permasalahan sehingga dibatalkan. Tahun 1926 Timor Petroleum Company yang berkedudukan di Melbourne, Australia dengan perusahaan Timor Oil Company melakukan konsensus untuk eksplorasi minyak di laut dan daratan Timor bagian timur. Konsesus itu tidak jadi melakukan
eksplorasi, karena digugat oleh pimpinan oleh Major, V M Newland manejer perusahaan Timor Development Corporation yang bekedudukan di Adelaide melalui Konsul British di Batavia (Jakarta) Josiah Crosby dan Gubernur Portugal di Dili waktu itu dijabat oleh Kolonel de Almeida Viana agar membatalkan konsesus tersebut.
Pada tahun 1936 sebuah perusahaan pertambangan milik Portugis yang berkedudukan di Manila melakukan promosi dengan perusahaan Belgia melakukan penelitian dengan bekerja sama dnegan perusahaan dari Inggris, Amerika Serikat dan Jepang untuk melakukan penelitian minyak di Kolonial Portugis di Timor Timur dilakukan perjanjian pada tanggal 20 Juli 1936. Kemudian proses penelitian dan eksplorasi minyak di Celah Timor terus berlanjut sampai dengan tahun 1959. Karena
pemerintah Portugis tidak membayar gaji para pekerja maka terjadilah
pemberontakan di Kabupaten Viqueque yang didalangi oleh dua orang anggota TNI dari Indonesia. Satu di antaranya meninggal dunia, sedangkan seorang lainnya selamat.
Sampai pada tahun 1974 karena terjadi invasi Indonesia ke Timor Portugis, maka perusahaan Timor Oil yang sedang melakukan eksplorasi di Laklubar, Kabupaten Viqueque, Aliambata di Kabupaten Manufahi dan di Suai Loro Kabupaten Covalima terpaksa dihentikan. Kemudian pada tahun 1989 terjadilah kesepakatan atau perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Australia tentang eksplorasi minyak di Laut Timor. Perjanjian tersebut berfungsi selama Indonesia menjajah Timor Timur dari 1975 - 1999. Kemudian perjanjian itu gugur dengan sendirinya saat Timor Timur merdeka pada tanggal 20 Mei 2000. Semua batas wilayah Laut Timor antara Australia dengan Indonesia dihentikan, dan hanya berlaku bagi Australia dengan Timor Leste. Perusahaan minyak terbesar yang kini
mengeksplorasi minyak dan gas alam di Laut Timor adalah perusahaan milik Amerika Serikat. Saham terbesar perusahaan itu dipegang oleh mantan Menteri Luar Negeri AS, Henri Kisinger. Di Celah Timor telah ditemukan dua sumber minyak dan gas di bagian utara Australia mencapai 27 juta barel per hari.
Di wilayah pesisir pantai Pulau Timor mulai dari ujung Timur hingga ke wilayah barat terdapat banyak kandungan minyak dan gas alam. Misalnya di Alianbata dan di Suai Loro ditemukan minyak dan gas pada kedalaman 18 - 35 meter di ataspermukaan bumi. Kekayaan minyak dan gas alam inilah yang mendorong Presiden RI, Soeharto memerintahkan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) melakukan invansi ke wilayah Timor Portugis pada tanggal 7 Desember 1975 dan menduduki wilayah itu hingga tahun 1999.Melihat Propinsi NTT yang memiliki sejumlah potensi sumber daya alam seperti, minyak bumi dan gas alam seharusnya sudah lama pemerintah melakukan promosi, sehingga ada minat penanaman modal internasional. Bagaimana peran swasta dan pemerintah memanfaatkan potensi ini untuk kepentingan rakyat banyak?
Banyak anak negeri kelahiran Propinsi NTT yang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang mampu menyumbangkan tenaga dan pemikiran demi pembangunan propinsi ini. Misalnya Prof. Adrianus Moy seorang ahli ekonomi yang banyak terorinya dalam bentuk buku telah dipakai oleh pemerintah Amerika Serikat dan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) sebagai kebijakan pembangunan ekonomi. Dan masih banyak ahli-ahli di bidang lainnya yang kini bermukim di seluruh wilayah Indonesia.
Bahkan ada sebagian kecil bermukim di luar negeri.Pemerintah berkewajiban mencari alamat mereka. Melakukan diskusi-diskusi, mengajak kerja sama dengan kalangan pengusaha internasional untuk menanamkan modalnya di bidang pertambangan untuk mengekplorasi minyak bumi dan gas di Laut Flores, Laut Sawu dan Laut Timor.
Untuk sementara waktu rakyat NTT menunda pemikiran merebut kembali Pulau Pasir yang kini diklaim pemerintah Australia sebagai miliknya. Sejarah mencatat antara tahun 1650 - 1750 nelayan Makasar masuk ke Australia Utara untuk mengambil teripang yang kemudian dijual ke daratan Cina. Sementara penduduk di Pulau Rote jauh sebelumnya sudah berada di pulau itu untuk menangkap ikan dan mencari siput serta teripang. Kapten Phillip Cook, nakhoda sebuah kapal yang memuat para tahanan dari Inggris tiba di benua Australia dan menyatakan bahwa seluruh bumi Australia adalah milik kerajaan Inggris. Sesuai dengan Proklamasi Kapten Phillip Cook tahun 1770 bahwa seluruh daratan Australia adalah milik Kerajaan Inggris.
Merebut kembali Pulau Pasir yang kaya akan minyak dan gas alam membutuhkan kesepakatan bersama seluruh anak negeri Indonesia. Tidak bisa rakyat NTT sendiri. Karena membutuhkan 100 juta orang rakyat Indonesia pergi ke Pulau Pasir membentuk rantai manusia sekaligus menduduki pulau itu.
* Penulis, rakyat NTT, tinggal di Maumere
[Non-text portions of this message have been removed]

Tidak ada komentar: