Kamis, 27 Oktober 2011

Ngada Sedang ‘Melakukan Kesalahan’ Ketua Komisi A Angkat Bicara

BAJAWA, Fajar Bali—Pemerintah Kabupaten Ngada saat ini sedang melakukan kesalahan karena pembelanjaan lebih besar daripada pendapatan. Kondisi ini terjadi karena perencanaan awal yang kurang cermat oleh pemerintah bersama lembaga dewan,sehingga mengalami defisit yang cukup besar hingga mencapai Rp. 44,7 miliar, Hal tersebut ditegaskan Ketua Komisi A, Paskalis Lalu kepada FajarBali digedung di DPRD (Selasa/10/2011).
Ia mengatakan, pemerintah dalam melakukan perencanaan tidak melihat dengan fiskal daerah. Pembelanjaan lebih besar dari pendapatan. “Ketika aspirasi masyarakat dimasukan dalam APBD tetapi pemerintah tidak bisa melaksanakan pekerjaan karena dana sudah tidak ada. Dalam hal ini pemerintah dinilai tidak mampu mencari dana. Buktinya sampai pada bulan juli pemerintah tidak mampu membuat terobosan baru sebagai upaya mendapatkan dana,” kata Paskalis.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Ngada Paulinus No Watu mengatakan senada hal itu kepada wartawan FajarBali di ruang kerjanya, Selasa (25/10/2011). Saat Paulinus diminta komentar terkait dengan persoalan defisit anggaran di kabupaten Ngada, Ia mengatakan semestinya sejak temuan BPK kala itu harus sudah menjadi ‘Warning’ untuk kita dan segera melakukan langkah antisipatif, ia juga tidak sependapat akan agenda pemerintah yang hendak melakukan melakukan ‘cost cutting’ pada proyek yang disedangkan dikerjakan. ‘Karena dalam kontrak pekerjaan proyek yang tidak disebutkan untuk dibayar tahun jamak, ‘masak dipaksakan pembayarannya secara bertahap?’, Kata Paulinus. ‘Kasihan kontraktor yang dibebani hutang baik yang kredit diperbankan atau juga hutang-hutang dimasyarakat’, imbuhnya.
Menurut Paulinus, masalah defisit yang dialami pemerintah kabupaten Ngada saat ini disebabkan perencanaan awal yang kurang cermat. Pemerintah melakukan kegitan pekerjaan fisik tetapi tidak melihat dengan kemampuan fiskal daerah.
Kita tahu bahwa keuangan daerah begitu banyak disedot untuk program strategis pemerintah yaitu PERAK (pemberdayaan ekonomi rakyat) sehingga kegiatan pekerjaan lain seperti infrastruktur tidak bisa dilaksanakan karena ketiadaan dana,” kata Paulinus.
Paulinus mengungkapkan bahwa program Perak, JKMN dan Penguatan Koperasi adalah urusan pilihan, bukan merupakan urusan wajib. Untuk urusan wajib,seperti pembangunan infrastruktur jalan, Sarana Air Bersih dan lainnya yang seharusnya perlu diprioritaskan dan tidak bisa dilakukan cost cutting.Yang mesti dilakukan cost cutting oleh pemerintah adalah program atau urusan pilihan.”Jadi ada pemahaman yang keliru kalau urusan wajib dilakukan cost cutting,”ungkapnya.
Paulinus juga mengatakan, dalam sistem perencanaan Pembangunan sudah sangat jelas adai perencanaan Partisipatif, Teknokratis dan perencanaan politis. Perencanaan Partisipatif itu dimana pemerintah menginput masukan atau aspirasi masyarakat serperti Musrembang desa, Musrembang kecamatan. Perencanaan teknokratis berdasarkan kajian dan analisis pemerintah untuk menjalankan program demi kesejahteraan masyarakat. Sementara perencaanaan politis adalah perencanaan yang diputuskan melalui lembaga DPRD. Yang menjadi kendala selama ini pemerintah semata-mata melakukan perencaaan teknokratis dan mengabaikan perencanaan partisipatif dan politis. Masalah tersebut yang menjadi pemicu terjadinya defisit anggaran di Kabupaten Ngada.
‘Menjadi seorang pemimpin daerah berbeda dengan menjadi pemimpin sebuah perusahaan’, sambung Paulinus, Jika pemimpin perusahan kaitan budgeting dan finacing ada ditangannya, namun bila sebagai kepala daerah tentu hal tersebut tidak bisa dilakukan, dimana fungsi budgeting ada di tangan DPR sedangkan finacing ada ditangan pemerintah, Demikian Paulinus menutup pembicaraan kepada wartawan terkait perkembangan Ngada yang penuh dinamika. (FB/Risdiyanto)

Rabu, 26 Oktober 2011

Bocah 12 Tahun Mengidap Tumor Pembuluh Darah

Bajawa,FajarBali-----Anselimus Salvator Rado (12 Thn), yang akrab dipanggil Salva mengidap penyakit ini sejak usia 8 tahun dan waktu itu masih duduk dibangku SD Inpres Bajawa, hal ini dijelaskan oleh ibundanya Khatarina Bua (45 Thn) kepada wartawan FajarBali saat kunjungan dari Komunitas Umat Basis (KUB) ‘Bunda Rahmat Ilahi’ Lingkungan III Paroki MBC Bajawa di kediaman Salva di RT 21 kampung Watujaji, Kelurahan Bajawa (Kamis 29/9/2011). Berbagai upaya pengobatan untuk kesembuhan Salva sudah dilakukan, namun karena keterbatasan biaya yang menyebabkan sementara waktu rencana untuk berobat dihentikan, kata Yuvensius Kasan orang tua laki-laki dari Salva yang berprofesi sebagai petani.
Kasan menceritakan, gejala awal penyakit yang diderita anaknya berupa mimisan yang secara insidental muncul tiba-tiba dan diikuti demam dan panas tinggi. Beberapa rumah sakit pernah dirujuk untuk pengobatan anaknya seperti, Rumah Sakit di Maumere, Rumah Sakit Antonius di Pontianak, Rumah Sakit Nangapina di Sintang, RSUD Dr Soetomo Surabaya namun hasilnya belum maksimal karena kendala biaya. Padahal kedua orang tua Salva sudah menghabiskan hampir 35 juta lebih untuk mengupayakan kesembuhan bagi anak yang dikasihinya. Salva anak yang kelima dari 5 bersaudara, Jelas Kasan. Akibat mengidap penyakit Tumor ini Salva putus sekolah, setiap hari dirumah saja, imbuh Kasan.
Menurut ibunda Salva, keluarga besar mengharapkan untuk bisa berobat lagi ke RSUP Sanglah di Denpasar, itu jika ada kerelaan pihak-pihak yang bisa membantu secara finansial untuk mengupayakan kesembuhan anaknya. Hal ini juga disepakati oleh keluarga didepan Umat KUB ‘Rahmat Bunda Ilahi’.
Pada kesempatan kunjungan, Anggota KUB juga menyerahkan bantuan berupa materi kepada keluarga sebagai wujud solidaritas dan tali asih dengan sesama Umat Tuhan, kata Maria Imaculata Wea salah satu anggota KUB.
Menurut Kasan, sewaktu berobat di RS Pontianak, salah satu dokter menyarankan untuk rujuk ke Salah Satu RS di Jakarta untuk terapi suntik, yang menurut informasinya satu kali suntik 25 juta.
Kasan menambahkan, bila ada dermawan yang tergerak hatinya ikut memfasilitasi dan membantu secara finansial atau bantuan dalam bentuk lainnya bisa menghubungi keluarga di No Hp miliknya 085252348224.
Harapan untuk dapat kembali berobat terpancar dari wajah Salva, dan segala upaya yang dilakukan oleh orang tua sudah maksimal, namun keterbatasan dalam biaya bila dapat diatasi tentu tidak menyurutkan semangat kami untuk terus mendampingi Salva untuk mencari kesembuhan di Rumah Sakit biarpun diujung langit, Kata Kasan.
Saat yang bersamaan ketua KUB ‘Rahmat Bunda ilahi, Herman Yosef Goti, mengharapkan agar semua pihak dapat terketuk hatinya, untuk bisa membantu meringankan beban keluarga Salva, sambil berpamitan pada Yuvensius Kasan Dan Khatarina Bua mengakhiri acara kunjungan KUB. (fb/Risdianto)

DPRD Ngada Hadirkan BPK RI Perwakilan NTT Terkait Disclaimer di Kabupaten Ngada

DPRD Ngada Hadirkan BPK RI Perwakilan NTT Terkait Disclaimer di Kabupaten Ngada
Bajawa----FajarBali, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Ngada mengundang badan pemeriksaan keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk memberi penjelasan kepada dewan terkait hasil temuan BPK di Kabupaten Ngada. Antara BPK dan lembaga dewan, bekerjasama melakukan pengawasan. Dewan melakukan pengawasan politik terhadap pelaksanaan roda pemerintah. BPK melakukan auditor keuangan negara yang dilkelola oleh pemerintah. Tiap tahun BPK telah membuat memorandum of Understanding (MoU) untuk melaporkan hasil temuan BPK kepada dewan. Sehingga hasil temuan BPK wajib diserahkan juga kepada DPR. Sehubungan dengan hasil temuan BPK di Kabupaten Ngada, ketua DPRD Kabupaten Ngada Kristoforus Loko S.Fil bersama anggota DPRD yang lain menginginkan, agar BPK dapat menjelaskan hasil temuannya kepada dewan. Dewan mendapat informasi kinerja pemerintah Kabupaten Ngada dalam mengelola keuangan negera terjadi discalimer. Dewan ingin mendengar langsung hasil temuan BPK yang disampaikan anggota BPK. Seperti disaksikan wartawan di ruang sidang DPRD Ngada Jumat (22/7) rapat terbuka dewan kali ini menghadirkan sebagian anggota anggota dewan bersama dua orang anggota BPK perwakilan Provinsi NTT Sendi dan Idam disaksikan langsung Bupati Ngada Marianus Sae dan wakilnya Drs Paulus Soliwoa bersama seluruh kepala organisasi perangkat daerah (OPD) mendengar langsung penjelasan yang disampaikan anggota BPK NTT. Anggota BPKP NTT Sendi dalam penjelasannya mengatakan selama dua tahun berturut turut dari tahun 2009 - 2010 BPK memberi disclaimmer atau tidak mau mememberikan penilaian atas laporan keuangan yang disampaikan pemerintah Kabupaten Ngada. Hasil temuan BPK, tidak pernah ditindaklanjuti oleh pemerintah Kabupaten Ngada.
Menurut anggota BPK NTT Sendi dalam penjelasannya mengatakan hingga terjadinya disclaimer karena pemerintah Kabupaten Ngada tidak pernah melakukan pencatatan Silpa atau pencatatan penerimaan dan pengeluaran piutang pihak ketiga yang tidak memadai. Selain itu pemerintah Kabupaten Ngada belum menginventarisasi dan rekonsiliasi kas keuangan daerah, atau sisa saldo keuangan daerah yang berada di kas. Seperti penyaluran dana bergulir kepada masyarakat, yang belum diinventarisasi secara baik. BPK memenukan sejumlah kesalahan administrasi yang dilakukan pemerintah (OPD) namun tidak pernah ditindaklanjuti. BPK juga menemukan laporan kegiatan ifentarisasi dan rekonstruksi atas fiik aset tetap daerah yang kurang akurat. Dalam melakukan pemeriksaan BPK menggunakan 4 kriteria penilai yang dapat digunakan untuk mengukur dan menyatakan hasil temuan mereka dikategorkan sebagai pelanggaran adminitrasi atau pelanggaran hukum atas penggunaan keuangan negara yang tidak sesuai diperuntukan. Dalam melakukan pemeriksaan apakah laporan keuangan daerah sudah sesuai dengan standar pemerintah. Selain itu apakah laporan keuangan daerah sudah sesuai dengan stndar akutansi. Selain itu apakah laporan keuangan daerah sudah sesuai dengan kepatuhan hukum. Sehingga BPK menemukan berbagai jenis kesalahan atas penggunaan keuangan daerah.
BPK membagikan hasil temuan mereka kesalahan adminitrasi yang harus ditindaklanjuti untuk dipertanggungjawabkan kembali atas keuangan negra yang sudah disalahgunakan oleh pemerintah daerah. Selain itu apabila ditemukan adanya pelanggaran murni karena tidak kepatuhan hukum diharapkan pemerintah harus mampu mengembalikan keuangan negara kepada kas daerah. (fb/m.risdiyanto)

Babi Program Perak Mulai Bermasalah “Anakan Babi Banjir di Desa Waebela”

Bajawa, FajarBali-------Sejumlah babi yang didistribusikan ke warga di Desa Waebela – Kecamatan Aimere diduga kuat bermasalah karena tidak memenuhi spesifikasi. Dari pantauan wartawan Fajar Bali di lapangan (Sabtu 21/10/2011), banyak warga mengeluh soal bantuan ternak dari pemerintah ini, selain ukuran terlalu kecil, juga dari usia babi yang menurut masyarakat setempat sangat tidak layak untuk dibagikan. Usia babi rata-rata 3 – 4 bulan. Beberapa warga di Dusun Kuruwea, Desa Waebela-Kecamatan Aimere yang enggan disebutkan namanya, mengatakan bahwa dalam sosialisasi dikatakan bahwa bantuan Babi yang akan diterima warga adalah indukan babi yang siap kawin, namun ironisnya implementasi dilapangan sangat berbeda dengan apa yang disampaikan dalam sosialisasi kepada warga.
Menurut informasi dilapangan, bahkan ada babi program perak yang mati ditangan warga seperti yang dialami Petrus Poso warga Dusun Delawawi-Waebela. Kabarnya babi yang diterima ukurannya terlampau kecil dan kurang sehat sehingga waktu diserahterimakan mati ditempat. Hal ini dibenarkan Sekretaris Desa Waebela Cosmas Dhay saat ditemui wartawan. Rencananya babi yang didistribusikan ke Desa Waebela berjumlah 153 ekor dengan rincian keluarga yang berhak menerima berjumlah 51 KK (Kepala Keluarga), Tiap KK menerima 3 Ekor Babi. Hingga berita ini diturunkan, menurut Cosmas Dhay sejumlah 111 ekor babi, ‘Jadi Kurang 42 ekor’, tegas Cosmas. Ketika hendak mengkonfirmasi ke kepala desa Waebela belum bisa ditemui, karena yang bersangkutan masih mengikuti rapat di kantor kecamatan Aimere.
Desa Waebela ini memiliki empat (4) dusun yakni Dusun Batamesimeze, Dusun Kuruwea, Dusun Delawawi dan Dusun Sewowoto. Desa Waebela dihuni hampir lebih dari 200 KK. Menurut Martinus Ndewa, Kepala Dusun Kuruwea Desa Waebela, semestinya kontraktor memenuhi aturan main, jangan menjerumuskan masyarakat. Seperti yang disaksikan wartawan rata-rata babi yang dibagikan berupa anakan babi, dari segi ukuran cenderung kecil. Warga setempat menceritakan bahwa ada sekitar 40 ekor babi ditolak warga karena tidak memenuhi spesifikasi dan warga tidak mau ambil resiko, makanya warga ramai-ramai menolak pembagian anakan babi.
Saat wartawan menanyakan siapa kontraktor yang menangani proyek babi didaerah Waebela, rata-rata warga disana tidak tahu menahu.
Aparat Kepolisian Kawal distribusi Ternak
Kepolisian Resor (Polres) Ngada terus mengkawal pelaksanaan porgram pemberdayaan ekonomi rakyat (Perak) yang saat ini sudah dalam tataran pendistribusian ternak kepada masyarakat. Upaya kepolisian mengkawal pelaksanaan program perak tersebut adalah sebagai bentuk pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara yang dapat merugikan masyarakat.
Kapolres Ngada, AKBP Mochammed Slamet, M.M yang dikonfirmasi wartawan melalui Wakapolres Ngada, Kompol Anthonius C.N, di ruang kerjanya, Kamis (20/10/2011) mengatakan, polisi tetap mengkawal pelaksanaan program perak hingga ke tangan masyarakat. Apalagi program perak merupakan program unggulan pemerintah dengan alokasi anggaran yang cukup besar. Oleh karena itu, polisi terus melakukan monitor terhadap proses pendistribusian ternak. Anthonius dikonfirmasi terkait informasi terjadinya kejanggalan dalam pendistribusian ternak kepada masyarakat di beberapa kecamatan.
Menurut Anthonius, polisi belum mendapat laporan resmi dari masyarakat penerima ternak terkait indikasi penyelewengan. “Kalau ada laporan dari masyarakat, kita akan tangani dan akan ditelusuri lebih lanjut. Apabila ada indikasi penyelewengan, maka polisi akan menggambil sikap secara hukum,” tutur Anthonius.
Dikatakannya, meskipun sejauh ini belum ada laporan resmi dari masyarakat tentang adanya indikasi penyelewengan dalam pendistribusian ternak, namun anggota polisi terus melakukan monitor di lapangan. Upaya tersebut untuk mengawasi terjadinya tindakan-tindakan yang dapat merugikan masyarakat penerima program.
Kabar yang diperoleh wartawan FajarBali dilapangan, dalam proses pendistribusian ternak khsusnya ternak babi dan kambing, adanya terjadi kejanggalan di lapangan. Informasi tersebut sudah diketahui para anggota DPRD Ngada, sehingga pada sidang pemandangan umum fraksi atas nota keuangan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (RAPBA-P), Kamis (20/10/2011), tiga fraksi meminta penjelasan pemerintah terkait kejanggalan tersebut.
Tiga fraksi yang mengkritisi pemerintah dalam hal pelaksanan programn perak adalah Fraksi Golongan Karya (Golkar), Fraksi Barisan Nurani Peduli Pembaharuan (BNPP) dan Fraksi Demokrat. Fraksi Golkar menilai, pelaksanaan program perak saat ini tidak sesuai dengan Pedoman Umum (Pedum) dan Petunjuk Teknis Operasional (PTO). Buktinya, di Kecamatan Riung, warga penerima ternak kambing yang seharusnya mendapatkan kambing enam ekor, tetapi hanya diberikan empat ekor saja. Demikian juga di Kecamatan Aimere dan Jerebu, di mana ternak babi yang diberikan kepada masyarakat tidak sesuai spesifikasi seperti yang tertuang dan Pedum dan PTO.
Sementara fraksi BNPP menyayangkan sikap pemerintah Ngada dalam hal ini SKPD yang menangani program perak yang telah mengabaikan kesepakatan berasama antara pemerintah dan DPRD. Dalam kesepakatan itu, saat ternak didistribusikan ke masyarakat, maka anggota DPRD dari daerah pemilihan yang bersangkutan harus dilibatkan sebagai bentuk pengawasan, tetapi dalam kenyataan, saat ternak didistribusiakan ke masyarakat, DPRD tidak dilibatkan. Atas sikap itu, Fraksi BNPP berencana membentuk panitia khusus (Pansus) perak.
Penegasan yang sama juga disampaikan oleh Fraksi Demokrat, di mana Fraksi Demokrat menilai ada kejanggalan dalam peleksanaan program perak, mulai dari proses pelelangan sampai pada distribusi. Dan pelaksanaan program perak tersebut belum ada tanda-tanda pemanfaatan bagi masyarakat. (fb/risdiyanto)

Program MP3I Ditawarkan Kepada Pemkab Ngada

BAJAWA, FajarBali—Program Masyarakat Peduli Perumahan dan Permukiman Indonesia (MP3I) menawarkan kepada Pemerintah Kabupaten Ngada. Program tersebut berfokus pada pembangunan perumahan tipe 36 untuk masyarakat tidak mampu, masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat micro daya beli termasuk PNS.
Demikian penjelasan dari Asisten Koordinator Wilayah Bali Nusa Tenggara (Bali Nusra), Arnoldus Yansen Jong kepada wartawan di Kantor Bupati Ngada, Selasa (25/10/2011). Dia mengatakan, program MP3I merupakan program dari Kementerian Perumahan Rakyat untuk membangun perumahan bagi masyarakat. Dana untuk pembangunan rumah tersebut bersumber dari APBN. Perumaha tersebut diperuntukan tiga kategori yakni, masyarakat tidak mampu, masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat micro daya beli termasuk PNS.
Berkaitan dengan pembangunan perumahan tersebut pihak Kementerian Perumahan Rakyat terlebih dahulu memperkenalkan kepada pemerintah kabupaten di wilayah NTT sebelum masuk tahap pelaksanaan. Diantaranya, Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada dan Nagekeo. Adapun ketentuan dalam membangun perumaha tersebut, diantaranya, lokasi permukiman tersedia dengan infrastruktur listrik, PDAM, dan legaslitas lokasi.
Lokasi yang disiapkan diutamakan daerah yang tidak terlalu jauh dari kota dan pusat pelayanan pemerintah. Jarak antara lokasi perumahan dengan kota atau pusat pelayanan pemerintah diperkirakan setengah jam di tempuh dengan kendaraan dan satu jam ditempuh dengan jalan kaki. Selain itu, lkokasi perumahan tidak terbentur dengan rancangan strategi (renstra) kabupaten.
Jong mengatakan, kemudahan yang diberikan kepada msyarakat dalam program ini antara lain kredit tanpa uang muka dan pihak MP3I siap mendamping selama pelaksanan pekerjaan hingga penyerahan rumah. Untuk kategori masyarakat tidak mampu dengan nilai kredit sebesar 50 juta hanya dikembalikan Rp 25 juta selama masa kredit 10 tahun, sementara kategori masyarakat micro daya beli (PNS) wajib mengembalikan 50 juta selama 10 tahun.
Jong mengatakan, jika pemerintah siap melaksanakan program ini, maka pemerintah Kabupaten Ngada dalam hal ini Bupati bersama Kementeri Perumahan Rakyat langsung menandatangan nota kesepahaman (MoU). Pengurus MP3I mengharapkan pelaksanan program ini bisa dilaksanakan pada tahun 2012 mendatang. Untuk jumlah bangunan yang hendak dibangun tergantung dari permintaan masyarakat. Namun dalam ketentuan, kementerian perumahan rakyat bersedia membangun maksimal 10.000 unit.
Menurutnya, sistim pekerjaan program ini tegantung kesepakatan antara pemerintah kabupaten dengan kementrian perumahan rakyat yang ditandai dengan MoU. Jika pemerintah sudah menyiapkan tanah, maka pengurus MP3I langsung membeli lahan tersebut kemudian dilanjutkan dengan pekerjaan bangunan rumah untuk diberikan kepada masyarakat. Namun jika pemerintah tidak menyediakan lahan, maka Kementerian melalui deputi anggaran menyiapkan dana untuk membeli lahan milik masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah kabupaten sebagai mitra kerja.
Jong menambahkan, setiap Kabupaten wajib membentuk kepengurusan yang meliputi, Dinas PU, BPN, BPS, Dinas Kelautan, Dinas Kesehatan, PLN, PDAM, Bappeda, Legislatif dan LSM. (FB/Risdiyanto)

Asosiasi Jasa Konstruksi Ngada Pertanyakan isu “Cost Cutting” di DPRD Ngada

BAJAWA, FajarBali—Sejumlah pengurus Asosiasi Jasa Konstruksi di Kabupaten Ngada mendatangi DPRD Ngada, Senin (24/10/2011). Kedatangan mereka bertujuan untuk menyampaikan pengeluhan kepada DPRD atas kebijakan pemerintah Kabupaten Ngada yang berencana melakukan cost cutting (pemotongan anggaran) terhadap beberapa program kegiatan yang nilai maksimal Rp. 500.000.000.
Seperti disaksikan wartawan FajarBali, pengurus jasa konstruksi yang datang sebanyak tujuh orang, diantaranya, Ketua Gapensi, Wiss Rau Bata, bersama sekretarisnya, Melkias Lape, Ketua Gapeknas Laurensius Pea, wakil sekretaris Gapeknas, Kanisius Kadju, Ketua Ikindo Kabupaten Ngada, Melkior Mbango, ketua Akindo Mayolus Gara dan Koordinator persatuan konsultan Indonesia Kabupaten Ngada, Pius Rasi Wangge.
Tiba di Gedung DPRD, mereka diterima Wakil Ketua DPRD Ngada, Paulinus No Watu, kemudian bersama dengan komisi B melakukan pertemuan singkat dan tertutup di ruang komisi untuk menyampaikan tujuan mereka kepada DPRD melalui anggota komisi B.
Ketua Gapeknas Kabupaten Ngada, Laurensius Pea usai rapat dengan anggota komisi C kepada FajarBali mengatakan, tujuan kedatangan mereka di DPRD adalah untuk menyampaikan keluhan atas kebijakan Pemerintah Kabupaten Ngada untuk melakukan cost cutting terhadap beberapa proyek yang sudah tandatangan kontrak bahkan ada proyek yang sedang berjalan saat ini. Pemerintah dalam melakukan cost cutting tidak melakukan koordinasi dengan pihak ketiga. Pemerintah dinilai melakukan hal itu secara sepihak yang dapat merugikan pihak rekanan.
Dia mengaku, informasi terhadap kebijakan pemerintah melakukan cost cutting itu diperoleh dari saat sidang jawaban pemerintah atas pemandangan fraksi-fraksi DPRD Ngada dan juga baca di media masa. Dimana pemerintah berencana melakukan cost cutting terhadap beberapa proyek yang nilai kontrak maksimal Rp. 500 juta. Dengan adanya kebijakan ini, maka pihak rekanan lokal yang menjadi korban, karena rekanan yang mengerjakan program kegiatan dengan nilai sampai Rp. 500 juta adalah pengusaha kecil yang sumber dana kegiatannya berasal dari pinjaman koperasi dan lembaga perbankan.
Para rekanan merasa khawatir dengan kebijakan yang diambil pemerintah saat ini, dimana pihak rekanan tetap melaksanakan pekerjaan sesuai dengan batas waktu kontrak, namun pemerintah melakukan pembayaran pada tahun anggaran berikutnya. Kebijakan ini dinilai mematikan para kontraktor khususnya kontraktor lokal dan akan berpengaruh pada proses pemberian upah bagi tenaga kerja.
“Ketika pemerintah tidak membayar kepada kontraktor, lalu upah untuk tenaga kerja mau ambil uang dari mana? Kita tahu para kontraktor sudah meminjam uang di Bank NTT dengan perhitungan pada saat fisik proyek sudah 100 persen uang dicairkan oleh pemerintah. Tetapi dengan kebijakan membayar pada tahun anggaran berikutnya menjadi masalah. Jika kebijakan ini dipaksakan, maka para kontraktor yang menjadi korban, terutama kontraktor lokal. Karena kontraktor yang menjadi pemenang proyek dengan pagu dana Rp. 500 juta itu adalah kontraktor lokal,” kata Pea.
Ketua Komisi B Dorthin Dhone yang akrab disapa Orthy ketika dikonfirmasi terkait dengan keluhan para pengurus jasa konstruksi mengatakan, keluhan para pengusaha jasa konstruksi sudah diterima anggota DPRD. “Kita sudah dengar keluhan itu, nanti kita bahas bersama pemerintah dan melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk mencari jalan keluar,” tutur Orthy.
Menurutnya, saat ini DPRD bersama pemerintah lagi membahas masalah kebijakan yang diambil pemerintah tersebut dan belum ditetapkan. Oleh karena itu, para pengusaha jasa konstruksi dimohon bersabar sambil menunggu pembahasan yang sedang dilakukan DPRD bersama pemerintah saat ini. (FB/Risdiyanto)

Formasi CPNS Tahun 2011 – 2012 Ditunda

BAJAWA, FajarBali---Formasi penerimaan calon pengawai negeri sipil (CPNS) tahun 2011-2011 ditunda. Hal itu sesuai dengan Peraturan Bersama antara tiga kementerian yakni Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan), Mentri Dalam Negeri dan Mentri Keuangan RI, tentang penundaan sementara penerimaan CPNS tahun 2011. Penerimaan CPNS akan dilakukan pada tahun 2013.
Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Latihan (BKD – Diklat) Kabupaten Ngada, Florida Naru kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (25/10/2011). Dia mengatakan, kesepakatan ketiga menteri itu tertuang dalam surat Nomor 02/SPB/M.PAN – RB/8/2011, Surat Nomor 800 – 632/2011, surat nomor 141.PMK.01/2011 tentang penundaan sementara penerimaan CPNS.
Florida menjelaskan, latar belakang penundaan penerimaan CPNS tahun 2011 hingga 2012 adalah sudah menjadi komitmen pemerintah untuk melakukan penataan reformasi birokrasi. Selain itu, mengoptimalkan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur, serta efisiensi anggaran belanja pegawai. Katanya, kesepakatan ketiga menteri itu ditetapkan di Jakarta pada 24 Agustus 2011 dan mulai berlaku sejak 1 September hingga 31 Desember 2012.
Ditanya jumlah pegawai negeri sipil di Kabuapetn Ngada dan juga kebutuhan yangharus dipenuhi, Florida mengatakan, saat ini jumlah PNS di lingkup Kabupaten Ngada sebanyak 4.456 orang. Sementara kebutuhan pegawai untuk kabupaten Ngada saat ini belum bisa diperkirakan, karena masih dilakukan indentifikasi dan analisis kebutuhan pegawai dengan mengacu pada analisis beban kerja dan analisis jabatan.
Menurut Florida, penundaan sementara penetapan tambahan formasi untuk penerimaan CPNS dikecualikan bagi kementrian/lembaga yang membutuhkan PNS untuk melaksanakan tugas sebagai, tenaga pendidik, tenaga dokter dan perawat pada UPT. Selain itu, jabatan yang bersifat khusus dan mendesak, serta memiliki lulusan ikatan dinas sesuai peraturan perundang-undangan.
Bagi Pemerintah Daerah yang besaran anggaran belanja pegawai dibawa atau kurang dari 50 persen dari total APBD T.A 2011, untuk memenuhi kebutuhan pegawai, maka bisa merekrut pegawai sebagai tenaga pendidik, tenaga dokter, bidan dan perawat. Sedangkan tenaga honorer yang telah bekerja di lembaga pemerintah pada atau sebelum tanggal 1 januari 2005 dan diferifikasi dan validasi berdasarkan kriteria yang diatur dalam PP Nomor 48 Tahun 2005, Jo. PP Nomor 43 Tahun 2007 yang disesuai dengan kebutuhan organisasi, redistribusi dan kemampuan keuangan Negara, yang kemudian ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. (FB/Risdiyanto)

Warga Uluwae Terserang Penyakit Antraks

Warga Uluwae Terserang Penyakit Antraks

Bajawa, FajarBali------Warga Uluwae, Kecamatan Bajawa Utara sebanyak empat orang yang dirawat di RSUD Bajawa dikabarnya terserang penyakit antraks. Keempat pasien tersebut bernama, Petrus Antonius Lay (47), Siprianus Go (16), H. Deru (42) dan Nus Sanjong. Direktris Rumah Sakit Umum Ngada (RSUD) drg. Maria Wea Betu, MPH melalui Kepala Ruangan Mawar yang bernama Hironimus Due yang akrab disapa Roni kepada wartawan FajarBali mengatakan(25/10/2011) , Keempat pasien tersebut mendapat perawatan di RSUD sejak hari Sabtu kemarin (22/10/2011). Gejala klinis yang ditunjukan antara lain; suhu tubuh meningkat tak wajar, pada anggota tubuh bengkak dan menimbulkan luka. Menurut Roni pasien pasien tersebut dirawat di kamar isolasi, agar tidak menular pada pasien lain.
Menurut informasi penyebab terjangkit antraks yang menjangkiti warga Uluwae tersebut disebabkan, beberapa hari yang lalu mengkonsumsi bangkai daging sapi (daging sapi mati) di daerah Malawaru, kabarnya ada sebanyak kurang lebih 11 Kepala Keluarga yang ikut bersama-sama mengkonsumsi daging berpenyakit itu. ‘Serta 4 pasien lagi akan rujuk ke RSUD dari Puskesmas Uluwae’, kata Roni.
Sampai berita ini diturunkan berdasar pantauan wartawan pihak Rumah Sakit sedang melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Ngada. ‘Informasi lebih lanjut belum bisa diberikan oleh pihak Rumah Sakit sembari menunggu analisis Dokter Ahli’, Kata Direktris RSUD. Memang keresahan nampak terjadi pada masyarakat Uluwae, salah satu narasumber yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, jangan-jangan semasa hidup hewan ternak tersebut memang sudah terjangkit penyakit antraks. Kesimpangsiuran informasi hendaknya segera diantisipasi oleh pihak yang terkait, seperti; Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan (Dinas P3) dan Dinas Kesehatan., sehingga masyarakat Uluwae segera melakukan langkah antisipasi agar penyakit Antraks ini tidak menular baik kepada manusia maupun hewan lainnya.(FB/Risdiyanto)

Temu OMK diikuti 2000 peserta se-Kevikepan Bajawa

BAJAWA, FajarBali—Acara Temu Orang Muda Katolik (OMK) se-kevikepan Bajawa diikuti sekitar 2.000 peserta yang merupakan utusan OMK dari 31 paroki. Kegiatan yang berpusat di Paroki St. Paulus Jerebu, Kecamatan Jerebu, Kabupaten Ngada itu berlangsung selama tiga hari terhitung, Rabu (26-28/10/2011).
Sementara itu Ketua Panitia Agustinus Paty dalam laporannya mengatakan, kegiatan itu dilaksanakan selama tiga hari dengan berbagai kegiatan, baik kegiatan fisik maupun kegiatan dalam bentuk materi. Peserta kegiatan temu OMK diperkirakan 2.000 orang. Dia mengatakan, untuk kegiatan materi, akan diberikan materi tentang pendidikan nilai, penyadaran etika berlalulintas, manajemen keuangan dan pendalaman materi ekonomi kreatif. Sementara kegiatan fisik adalah, bakti Sosial, Festival Budaya, Kuis Kitab Suci dan olah raga bersama.
Lebih lanjut Ketua Panitia yang juga adalah Camat Jerebuu, Agustinus Paty dalam laporannya mengatakan, kegiatan itu dilaksanakan selama tiga hari dengan berbagai kegiatan, baik kegiatan fisik maupun kegiatan dalam bentuk materi. Untuk kegiatan materi, demikian Paty, akan diberikan materi tentang pendidikan nilai, penyadaran etika berlalulintas, manajemen keuangan dan pendalaman materi ekonomi kreatif. Sementara kegiatan fisik adalah, bakti Sosial, Festival Budaya, Kuis Kitab Suci dan olah raga bersama.
Kegiatan ini mengusung tema, OMK Kevikepan Bajawa Pelopor Pembaharuan yang dijabarkan dalam tiga sub tema, yakni OMK Pelopor penghayatan nilai, OMK Pelopor pelestarian Budaya dan Lingkungan Hidup, serta OMK Pelopor Ekonomi Kreatif.
Ketua Stering Committe (SC), Rm Agustinus L.Tiala,Pr menambahkan tema temu OMK kali itu dipilih seperti itu, atas dasar pertimbangan rasional dan factual, dimana berbicara mengenai perubahan tidak terlepas dari peran orang muda dan secara implisit OMK termasuk di dalamnya.
Menurut Romo Agustinus, salah satu isu sentral dalam Musyawarah Pastoral (Muspa) VI Keusukupan Agung Ende, membahas tentang peran orang muda Katolik yang berada pada posisi sangat strategis dalam melestarikan nilai-nilai budaya. Karena orang muda sekarang cenderung lebih gampang mengadopsi budaya barat atau budaya luar dan melupakan budayanya sendiri. Untuk itu, Gereja memberikan perhatian yang serius akan isu-isu tersebut dengan menyiapkan OMK yang handal di masa datang sehingga moto Pro Eclesia et Patria (mengabdi bagi Gereja dan Bangsa) dapat terwujud dalam dalam karya nyata.
Selain itu, orang muda memiliki potensi yang besar, namun belum diberdayakan secara ekonomi. Padahal orang muda adalah kelompok masyarakat terbesar dalam masyarakat yang belum mendapatkan perhatian secara baik dari aspek ekonomi. Dia mengatakan, kegiatan OMK itu juga menjadi medium yang strategis untuk mengajak orang muda agat menjadi pelaku konsumtif, tetapi mereka diajarkan untuk hidup hemat dengan salah satu cara adalah bergabung menjadi anggota Koperasi.
Seperti disaksikan Wartawan FajarBali, sekitar 2.000 orang muda katolik hadir acara pembukaan di pelataran Gereja Paroki St. Paulus Jerebuu, Selasa (25/10/2011). Kegiatan dibuka pukul 20.20 Wita oleh Vikep Bajawa, Romo Bernadus Sebho, Pr yang ditandai dengan pengguntingan pita dan menyalakan lilin serta pesta kembang api. Acara tersebut digelar sangat meriah, gegap gempita penuh semangat diteriakkan para peserta dipandu oleh salah satu host kawakan Romo Mans Ngaji, Pr. Hadir pada kesempatan itu, para pastor paroki se kevikepan Bajawa, anggota DPRD Ngada, Bernadinus Dhey Ngebu, Urbanus Nono Dizi, Camat Bajawa, Gerardus Reo, Direktur Lapmas Yosafat Koli serta pengurus Kepemudaan Kevikepan Bajawa salah satunya Toni Tansatrisna dan Keuskupan Agung Ende. (FB/Risdiyanto)

Senin, 24 Oktober 2011

Desa Malanuza Cocok Untuk Budidaya Hortikultura

Bajawa,FajarBali------Diam-diam Desa Malanuza mengubah brand dari kawasan pendidikan seiring berdirinya kampus STKIP (Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pengetahuan ) ‘Citra Bakti’ yang nantinya menjadi kawasan ‘kemilau’, karena juga dijadikan pengembangan tanaman hortikultura. Jumlah lahan dan tingkat kesuburan tanah desa Malanuza sangat menunjang program pemerintah daerah Ngada untuk mengembangkan tanaman hortikultura, hal ini disampaikan Kepala Desa Malanuza, Martinus Mame saat ditemui wartawan FajarBali di Desa Malanuza (Sabtu, 1/10/2011). Mame menjabarkan, kiatnya untuk mendorong warga agar membentuk kelompok, untuk melakukan pembelajaran terkait budidaya tanaman hortikultura seperti, terung, cabe keriting, tomat, kacang-kacangan, sayuran. Menurut Mame, bilamana nantinya produksi hasil pertanian dapat membuahkan hasil yang maksimal bukan tidak mungkin mampu menopang sektor pertumbuhan ekonomi lainnya. Kata Mame, Malanuza terdapat lima kebun percontohan yang dikelola oleh kelompok Tani yang berjumlah 20 anggota, dalam satu kebun luas lahan sekitar 4 – 5 are, yang ditanam tanaman variatif kategori hortikultura atau tanaman jangka pendek, ‘Dua – Tiga bulan sudah menikmati hasil’, Timpal Mame. Harapan meraup rupiah dari usaha hortikultura ini kiranya tidak menjadi isapan jempol belaka, hal ini diungkapkan oleh Raymundus Nono di, selain tergabung dalam kelompok tani yang mengelola kebun percontohan, ia juga punya usaha budidaya hortikultura di lahan milik sendiri, seperti kebun tomat, terung, cabe jenis keriting, kacang-kacangan seluas 8 are. Nono mengatakan baru saja memanen buah tomat jenis ‘martha’ kedelapan kali sebanyak hampir 300 kg dan menjualnya kepada pembeli yang berasal dari Maunori dan Boawae, 1 kg tomat berharga 5000 rupiah. Padahal tanaman tomat dalam satu tahun bisa panen minimal tiga kali, belum hasil dari tanaman cabe ‘keriting’ yang memiliki nilai jual 25.000/kg. ‘Jadi sebenarnya menjadi petani bisa sejahtera bila mengerjakan sektor pertanian hortikultura secara serius’, tambah Nono.
Lain halnya saat media mengunjungi lokasi milik Kelompok Tani ‘Mae More’ yang berada di RT 03. Kebun tomat dan cabe milik kelompok nampak subur dan memiliki buah yang memikat calon pembeli apalagi dalam pemupukan sama sekali tidak menggunakan pupuk kimia, ‘semua jenis pupuk yang digunakan adalah organik’, kata Rosadelima Woga salah satu anggota kelompok tani Mae-More, Hal itu juga dibenarkan oleh anggota kelompok yang lain salah satunya, Nikolaus Rimo. Woga menceritakan bahwa bibit tanaman yang dipakai adalah kerjasama antara BP3KP bersama Proyek FEATI bantuan dari Jerman.
Beberapa keluhan warga Malanuza terkait prospek pengembangan budidaya hortikultura ini adalah kendala kendala air dan nilai jual hasil yang kadang gampang anjlok dipasaran secara drastis , contohnya tomat karena biasanya barang luar masuk tanpa proteksi kualitas hanya karena harganya murah dengan mudahnya membanjiri kawasan tomat ini, seperti dulu tomat mencapai harga 10000/kg dengan asumsi matang dipohon, namun karena barang dari luar masuk seperti dari Bima-NTB yang memiliki nilai jual lebih rendah, makanya harga tomat unggulan dari Malanuza anjlok mendekati harga 5000/kg. Warga mengharapkan campur tangan pemerintah Ngada terkait dua hal tersebut untuk mencari solusi dan mengatasi kesulitan warga desa Malanuza. Desa ini memiliki jumlah penduduk kurang lebih mencapai 3000 an jiwa. Sebagai desa yang mempunyai obsesi besar yang digemakan oleh Martinus Mame, Kepala Desa Malanuza untuk mengkombinasikan antara kawasan pendidikan dan Pusat Pengembangan Hortikultura serta tidak ada jalan lain bagi pemerintah Ngada untuk memback-up sepenuhnya impian tersebut, Imbuh beberapa warga. (fb/risdianto)

“Sidang Dadakan” di Pengadilan Negeri Bajawa

Bajawa, FajarBali-----Sidang kasus Pencurian dan Penggelapan Mobil (Selasa 18/10/2011) milik Yoseph Manu Bei alias Ose Manu warga Benteng Tengah, Kecamatan Riung menimbulkan kontroversi bagi keluarga besar korban/saksi pelapor. Karena sidang yang digelar dengan agenda pembacaan putusan tersebut menurut keluarga besar saksi korban, Yoseph Manu terkesan dipaksakan dan sembunyi-sembunyi serta kabarnya tidak dihadiri oleh keluarga keduabelah pihak, karena menurutnya tata cara sidang pada saat itu tidak lazim dilakukan seperti sidang-sidang sebelumnya dilihat dari segi waktu dan transparan, artinya apa artinya sidang terbuka namun diam-diam. Kabarnya sidang tersebut dilakukan pagi sekitar pukul 07.00 dan berlangsung singkat. Sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim, Raden M Suprapto,SH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nugroho, SH, dengan panitera Mikael Bonlae. Sidang dalam tahap tahap putusan ini memang beberapa kali mengalami penundaan dan disinyalir karena faktor keamanan.

Menurut Humas Pengadilan Negeri Bajawa yang sekaligus ketua majelis hakim, Raden M Suprapto,SH pada persidangan tersebut mengatakan pada wartawan (Rabu 19/10/2011), bahwa sidang putusan memang diagendakan pada hari selasa itu, namun masalah waktu tidak perlu diperdebatkan karena JPU sudah menghadirkan terdakwa sudah dipenuhi,”maka sidang langsung dilakukan”, kata Raden kala itu. Saat wartawan memancing kenapa waktu yang ditentukan sepertinya tak lazim, karena sepertinya keluarga besar keduabelah tidak hadir dan seperti tidak tahu menahu proses persidangan terbuka tersebut, dan bahkan keluarga besar Ose Manu mengatakan merasa kecolongan? Raden mengatakan,” itu pernyataan biasa bagi pihak yang merasa tidak puas atas apa yang diputuskan oleh pengadilan”. Ia menambahkan, “Mana mungkin putusan pengadilan memuaskan semua pihak?”. Menurut Raden putusan/vonis ini bersifat Onslaag, artinya terbukti namun bukan tindak pidana, karena itu ketiga terdakwa tersebut dilepaskan dari segala tuntutan hukum dan kemudian dipulihkan, masalah ini terbukti namun dalam hal keperdataan, imbuh Raden.
Namun lain halnya menurut Jaksa Nugroho, ia menyampaikan kekecewaan baik dari putusan dan tata cara persidangan. Menurutnya persidangan ini tidak lazim contohnya dalam membacakan putusan lewat Laptop, serta salinan putusan tidak segera diberikan kepada Jaksa, selain itu dari isi putusan, jaksa memandang banyak yang janggal artinya saat jaksa mempertanyakan bila masih ini diketegorikan masalah perdata, tolong buktikan keperdataannya, tegasnya. Saat wartawan menanyakan apakah jPU puas atas putusan tersebut lagi-lagi jaksa menyatakan upaya hukum selanjutnya yakni kasasi, namun saat ditanya kapan hal itu dilakukan? Jaksa mengatakan sampai detik ini, ia belum menerima salinan putusan pengadilan. Jaksa juga menyampaikan heran mengapa menginjak hari ke 8 sejak sidang putusan digelar, salinan putusan tidak segera diserahkan kejaksaan. Menurutnya waktu batasan waktu untuk menentukan sikap upaya kasasi Mahkamah Agung adalah 14 hari terhitung sejak putusan tersebut dibacakan pada sidang putusan.
Berdasar pantauan wartawan FajarBali dilapangan, bahwa setiap kali hendak bersidang selalu diikuti kerumunan massa lumayan besar, menurut seorang narasumber yang tidak bersedia disebutkan namanya keluarga besar kedua belah pihak mempunyai atensi besar dalam kasus ini dan sedianya memberi dukungan moril bagi keluarga yang didukungnya. Ose Manu kepada wartawan mengatakan, semenjak putusan tersebut pihaknya belum pernah melihat isi salinan putusan lewat jaksa, saat menanyakan kepada jaksa, mendapat jawaban bahwa JPU pun belum mendapat salinan putusan tersebut. Senin kemarin (24/10/2011) pihak Ose Manu mendatangi kantor Pengadilan Negeri Bajawa untuk mempertanyakan perihal belum dikirimnya salinan putusan tersebut kepada jaksa, Namun menurut Ose, jawaban dari Raden, ”sana minta ke jaksa, tidak ada urusan dengan pengadilan”. Ose Manu juga menyampaikan Perihal Surat Permohonan untuk mendapatkan salinan Putusan Perkara Pidana No 102/Pid.B/2011/PN.BJW yang diterima panitera pengadilan, Mikael Bonlae
Sejak awal kasus ini sempat menyedot perhatian berbagai pihak karena yang menjadi terdakwa pada kasus ini dari tiga pelaku, dua diantaranya oknum aparat penegak hukum yakni Vinsensius Wadhi alias Vinsen (mantan staf kejari Bajawa) dan Markus Nale (Sipir Rumah tahanan Bajawa) sedangkan Hubertus Ruba seorang wiraswasta. Ketiga pelaku ini masih berstatus hubungan keluarga dekat dengan saksi korban. Masalah kasus pencurian dan penggelapan kendaraan ini menurut informasi berawal dari traksaksi jual-beli rumah Ose Manu yang terletak di Waturutu, Kelurahan Trikora, Kecamatan Bajawa. (FB/Risdiyanto)

Alasan Pemerintah Menangkan CV. Mega Karya Sebagai Rekanan Untuk Pengadaan Ternak ‘Sapi’ Program Perak

Bajawa, FajarBali----- Dalam sidang Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah – Perubahan (RAPBD-P) Anggaran 2011 pada sesi pemandangan umum fraksi – fraksi DPRD Ngada Rabu (19/10/2011), Fraksi Barisan Nurani Peduli Pembaharuan (F-BNPP) mempertanyakan bahwa CV. Mega Karya yang memenangkan pelelangan tersebut memberi penawaran sebesar Rp. 11.970.000.000,- dari pagu anggaran sebesar Rp. 11.974.000.000 ; atau lebih rendah 4 juta rupiah dari pagu anggaran, hal ini menurut Fraksi BNPP dipandang menyalahi Peraturan Presiden (Perpres) 54/2010, Ada apa dan ada siapa dibalik pelelangan ini?, tegas Marselinus Nau dari Partai Hanura yang kala itu membacakan pemandangan umum dari Fraksi BNPP.
Atas pertanyaan tersebut pemerintah memberi jawaban pada sidang lanjutan (Jumat 21/10/2011) pada sesi jawaban pemerintah daerah kabupaten Ngada atas pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD terhadap pengantar nota keuangan atas RAPBD-P, Menurut pemerintah proses pengadaan barang/jasa serta prosedur dan mekanisme telah sesuai berdasar perpres 54/2010 dan melalui beberapa tahapan. Hasil evaluasi administrasi jilid 2, ada 2 rekanan yang masuk nominasi yakni PT. Sumber Griya Permai dan CV. Mega Karya. Alhasil tahap evaluasi kedua ini akhirnya memenangkan CV. Mega Karya karena dinilai memenuhi syarat hasil evaluasi teknik, evaluasi harga dan penilaian dokumen kualifikasi penawaran.
Seperti diketahui bersama pelelangan Pengadaan Ternak Program Perak di Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan (Dinas P3) diikuti 5 rekanan antara lain, CV Semical Central, PT Rahmat Hidayat Pratama, PT Dua Sekawan, PT Sumber Griya Permai dan CV Mega Karya yang sempat menuai kontroversi. Karena menurut informasi ada rekanan yang melakukan penawaran yang lebih tinggi hingga milyaran rupiah yang bisa dianggap mampu memberi kontribusi untuk daerah justru dieliminasi yang sampai saat ini belum diketahui publik.
Fraksi BNPP memandang hal tersebut tidak rasional atau tidak masuk akal, ditengah krisis keuangan yang dialami pemerintah dan rakyat Ngada, sementara SKPD Teknis melakukan pemborosan anggaran. Dalam pemandangan umum Fraksi BNPP meminta penjelasan dengan dilampiri data-data peserta pelelangan, Namun kenyataannya pada bendel jawaban pemerintah permintaan tersebut tidak dipenuhi. Juga permintaan Fraksi BNPP agar bendel jawaban pemerintah ini dilampiri Pedoman Umum (Pedum) dan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) juga tidak dipenuhi.
Pelaksanaan Program Perak Mulai Dilema
Sejumlah Fraksi intens menyoroti implementasi Program Perak Sidang Pembahasan RAPBD-P anggaran 2011 (rabu 19/10/2011), seperti Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, dan Fraksi Barisan Peduli Pembaharuan (F-BNPP) gencar melakukan koreksi atas pelaksanaan program tersebut, yang dipandang harus dikawal secara serius karena rawan penyimpangan.
Fraksi Golkar dalam pemandangan umum menyampaikan bahwa pelaksanaan program perak sudah tidak sesuai dengan pedoman pelaksanaannya, antara lain jumlah ternak yang tidak sesuai, ukuran ternak, perbedaan data KK miskin dan KK miskin usia tidak produktif. Berdasar pantauan Fraksi Golkar jumlah ternak yang dibagikan tidak sesuai dengan jumlah yang ditentukan seperti yang terjadi di kecamatan Riung penerima bantuan kambing yang seharusnya 6 ekor, nyatanya hanya 4 ekor, demikian juga menyangkut ukuran ternak seperti yang terjadi di Kecamatan Jerebuu dan Kecamatan Aimere babi yang didistribusikan tidak sesuai dengan pedum, Sedangkan di Kecamatan Golewa terjadi penyimpangan data penerima manfaat perak, dimana adanya perbedaan data awal dan data penerima, juga Fraksi Golkar menemukan fakta adanya KK penerima program perak yang usianya sudah tidak produktif yang tentunya tidak dapat mengembangkan program ini.
Atas empat pertanyaan menyangkut perak pemerintah menguraikan (Jumat 21 21/10/2011), pertama ; alokasi jumlah ternak harus sesuai pedum bila KK penerima sebanyak 6 ekor kambing, bagi petani yang yang baru menerima 4 ekor, akan menjadi kewajiban pihak rekanan harus segera menggenapi sesuai pedum, Kedua ; ukuran ternak telah sesuai persyaratan dan telah diperiksa oleh panitia pemeriksa di setiap lokasi penampungan sebelum pendistribusian ke KK penerima, Ketiga ; penetapan KK miskin dilakukan secara berjenjang mulai dari desa sampai pada keputusan Bupati, bila ada pergantian harus diikuti dengan administrasi dan selalu terkontrol/terkendali, Keempat ; saat sosialisasi, mulai tingkat kabupaten bagi aparat kecamatan dan desa, tingkat kecamatan bagi aparat desa dan utusan masyarakat. Ditegaskan bahwa KK penerima perak tahun 2011 harus diprioritaskan bagi KK yang memiliki kemampuan memelihara ternak.
Berbeda dengan Fraksi Demokrat yang mempertanyakan apakah program perak ini sudah regulatif atau tidak. Pemerintah menjelaskan, bahwa program perak dilaksanakan berdasarkan Peraturan Daerah nomor 15 Tahun 2010 Tentang APBD Kabupaten Ngada Tahun Anggaran 2011 dan Peraturan Bupati Ngada nomor 30 Tahun 2010 Tentang Penjabaran APBD Kabupaten Ngada Tahun Anggaran 2011 yang dimanifestasikan dengan Peraturan Bupati Ngada Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Perak.
Sedangkan Fraksi Barisan Nurani Pelelangan Pembaharuan (F-BNPP) lebih menyoroti proses pelaksanan pelelangan rekanan pengadaan ternak program perak. Fraksi BNPP mengkritisi atas menangnya CV. Mega Karya pada proses tender yang dianggap ada motif dan kekuatan tertentu pada level kekuasaan tertentu yang melatarbelakangi kemenangan itu. Untuk itu Fraksi ini berencana mem-pansus-kan perak.
Menurut seorang narasumber yang tidak mau disebutkan namanya, program perak ini lebih cenderung digunakan untuk membesarkan partai tertentu dari sisi finansial, hal tersebut terlihat dari rekanan yang memenangkan tender, rata-rata berafiliasi dan menjadi fungsionaris partai, begitu sumber kuat itu menyampaikan. (fb/risdiyanto).

Permohonan Maaf Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat

Permohonan Maaf Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat
BAJAWA, FajarBali—Pemerintah Kabupaten Ngada secara resmi dan dengan jiwa besar menyampaikan permohonan maaf kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) dan kepada seluruh masyarakat kabupaten Ngada atas pembatalan pencairan Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) sebesar RP. 35 miliar. Hal itu sangat mengecewakan semua pihak, baik pemerintah maupun DPRD terutama masyarakat Ngada, sehingga patut pemerintah menyampaikan permohonan maaf.
Seperti yang disaksikan wartawan fajar bali, Permohonan maaf pemerintah disampaikan kepada DPRD dan juga masyarakat pada sidang dengan agenda jawaban Pemerintah Kabupaten Ngada atas pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD Ngada, di ruang rapat paripurna DPRD Ngada, Jumat (21/10/2011). Menurut pemerintah kejadian itu tidak ada satupun niat untuk mepermainkan rakyat Ngada dan mencederai kemitraan yang telah dibangun selama ini.
Peristiwa yang cukup mengecewakan seluruh masyarakat Ngada itu diakui pemerintah sebagai pelajaran berharga bagi pemerintah untuk senantiasa melakukan cek dan re-cek serta melakukan penilaian dan analisis mendalam sebelum sebuah kebijakan disampaikan kepada masyarakat. Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Ngada mendapat dana DPID dari pemerintah pusat sebesar Rp. 35 miliar sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 91/PMK.07/2011 tanggal 14 Juli 2011.
Namun dalam perjalanannya, surat ederan Menteri Keuangan nomor S-721/MK.07/2011, dimana pada poin dua Menteri Keuangan membatalkan Peraturan Menteri Keuangan tersebut, sehingga dana tidak dapat ditransfer. Padahal Pemerintah Kabupaten Ngada melalui surat nomor 913/D.PPKAD/09/08/2011 telah menyampaikan kepada lembaga dewan untuk meminta persetujuan DPRD sebelum perubahan. Atas permintaan pemerintah tersebut, lembaga dewan melalui Badan Anggaran sempat membahas dana tersebut sekaligus item kegiatan yang akan dilaksanakan.
Sebelumnya, dalam sidang pemandangan umum fraksi DPRD Ngada, atas nota keuangan pemerintah, Rabu (19/10/2011), beberapa fraksi meminta pemerintah untuk memberikan penjelasan yang resmi kepada DPRD terhadap pembatalan transfer dana DPID tersebut. Karena masyarakat sudah mengetahui dana tersebut dan item kegiatan sudah pernah dibahas, tetapi tidak jadi dilaksanakan.
Fraksi yang meminta pemerintah menjelaskan tentang dana DPID tersebut adalah Fraksi Golongan Karya (Golkar) dan Fraksi Barisan Nurani Peduli Pembaharuan (BNPP). Fraksi Gokar menilai, akibat pemerintah yang kurang selektif, maka citra pemerintah dan DPRD Ngada telah mempermainkan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk menyampaikan hal itu kepada masyarakat Ngada, sehingga masyarakat dapat memahami apa yang menjadi persoalan sebenarnya.
Penegasan yang sama juga disampaikan oleh fraksi BNPP. Menurut fraksi BNPP pembatalan pencairan dana DPID untuk pemerintah Ngada melalui surat Menteri Keuangan mesti dijelaskan secara resmi, sehingga masyarakat tidak menilai pemerintah dan DPRD telah melakukan pembohongan publik.
Fraksi BNPP juga memberi catatan kritis kepada pemerintah untuk tidak lagi menggunakan istilah ‘uang beli uang’ yang memiskinkan sebagian besar masyarakat, namun memperkaya segelintir orang. (fb/risdiyanto)

Kamis, 20 Oktober 2011

Dua Warga Kampung Welas Siap Gugat Kades Denatana

Bajawa, FajarBali,-----Usai menjalani kurungan 6,5 Bulan atas tuduhan ilegal logging yang ditimpakan pada dua warga Kampung Welas, Desa Denatana kecamatan Wolomeze, Yohanes Mande alias Jhony dan Simon Rudhu berniat menggugat balik pihak-pihak yang telah dianggap menjebak kedua warga tersebut sehingga sempat duduk dikursi pesakitan. Pihak yang digugat antara lain Kepala Desa Denatana, Antonius Ndala Ndewa sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas munculnya surat rekomendasi Aspal (asli tapi palsu) no: 050/23/DNT/12/2010 tentang memberi peluang kepada Yohanes Mande cs untuk mengolah kayu guna keperluan pembangunan Kantor Desa Denatana serta KRPH (Kepala Resort Polisi Hutan) kecamatan Wolomeze, Ambrosius Ude, demikian pernyataan yang disampaikan Yohanes Mande kepada wartawan FajarBali dikediamannya dikampung Welas, dan didampingi sejumlah kerabat dan warga sekitar, beserta ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Kabupaten Ngada, Nicodhemus Dhuka (selasa, 27/9/2011).

Yohanes Mande mengisahkan kronologis drama illegal logging yang dituduhkannya, sembari sesekali menghela nafas, menahan kegeramannya atas peristiwa yang pernah dialaminya. ”Pada Tanggal 2 Februari 2011 saya menghadap ke polisi di Polres Ngada”, katanya, “pada hari itu juga ditahan”, imbuh Mande. Menurutnya, tuduhan illegal logging ini dilaporkan oleh kepala desa Denatena, Antonius Ndala Ndewa pada tanggal 14 Januari 2011 kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Ngada dan diteruskan ke kepolisian resort Ngada. Mande mengungkapkan, ketidakmengertiannya atas pemutarbalikan fakta yang sesungguhnya bahwasanya ia mengerjakan sensor kayu yang telah terlebih dahulu ditumbangkan oleh petugas PLN pada Bulan Oktober 2010, “Saya bekerja sesuai rekomendasi yang diberikan”, “lalu dimana kesalahan saya”, Tanya Mande.
“Kalau memang saya dikatakan salah karena rekomendasi dianggap tidak sah”, “Kenapa yang mengeluarkan rekomendasi tidak dihukum juga?”, lagi-lagi Mande mengucapkan kekecewaannya.
Perlu diketahui seputar kontroversi penentuan tapal batas wilayah Cagar Alam (CA) menjadi “bola panas” dan berdampak pada perekonomian rakyat yang bersinggungan dengan wilayah yang disengketakan antara warga dengan pemerintah. Terbukti pasca dipenjarakannya Yohanes Mande dan Simon Rudhu, warga Denatana enggan menanam kayu dan mengolah kayu, juga takut berladang karena takut dianggap merusak wilayah yang diklaim oleh Dinas Kehutanan sebagai Wilayah Cagar Alam, Padahal hampir 90 % warga di desa itu bermata pencaharian petani dari jumlah 66 KK atau kurang lebih 400 jiwa. Hal ini juga dibenarkan oleh Simon Rudhu yang juga pernah menerima Penghargaan Kalpataru dalam rangka ‘Apel Lingkungan Hidup Sedunia’ di Kupang pada 21 Juni 2006. Sungguh ironis pahlawan hijau ini nyatanya dicap juga turut serta sebagai biang perusak hutan. Simon menguraikan, sebagai akibat kasus yang menimpa dirinya, kedua anaknya putus sekolah. Anak keduanya Sergius Ndema Rudhu yang duduk di semester tiga di Universitas Flores drop out (DO) karena ia tak mampu membiayainya, dan anaknya ketiganya, Yohanes Mangge Rudhu tidak meneruskan ke SMA. Menurutnya, hal ini dikarenakan kayu yang ditanam ditanah miliknya yang bersertifikat tidak boleh ditebang. Ia pernah menanyakan hal ini ke Dinas Kehutanan dan mendapat Intimidasi. Padahal kayu tersebut satu-satunya investasi yang ia tanam sejak tahun 1990. (fb/anto)

Terkait Persoalan Perbatasan Ngada-Manggarai Timur ‘Hargai Sebuah Proses’, Pinta Gubernur

Bajawa,Fajar-Bali —Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Drs. Frans Rebu Raya mengatakan pemerintah propinsi sedang berupaya menyelesaikan masalah perbatasan antara Kabupaten Ngada dan Manggarai Timur. Berkaitan dengan penanganan masalah tersebut, kedua pemerintah kabupaten diharapakan untuk menghargai sebuah proses penyelesaian masalah yang sedang ditangani pemerintah propinsi saat ini.
Demikian dikatakan, Frans Lebu Raya saat dikonfirmasi wartawan usai acara pentupan warkshop NTT Food Summuit di Aula Jhon Tom, Kamis (13/10/2011). Kata Lebu Raya, pemerintah propinsi melalui pemerintah kabupaten sudah menyampaikan kepada masyarakat di lokasi perbatasan tentang upaya yang dilakukan pemerintah propinsi untuk menyelesaikan masalah.
Ketika ditanya tentang sikap pemerintah propinsi dalam menyelesaikan masalah perbatasan dinilai lambat dan kurang tegas, Lebu Raya mengatakan untuk menyelesaikan sebuah persoalan membutuhkan waktu. Karena dalam menyelesaikan persoalan tersebut membutuhkan koordinasi yang lebih mendalam sehingga masyarakat tidak dikorban dan juga tidak merugikan kedua kabupaten.
Menurut Lebu Raya, persoalan tapal batas antara Ngada dengan Manggarai Timur mencuat dengan adanya Surat keputusan (SK) Gubernur NTT tahun 1973. Oleh karena selaku gubernur perlu mempertimbangkan masalah tersebut dengan bijak. Karena Sk tersebut bukan dibuat pada tahun kemrinn dimasa kepemimpinannya, tetapi sudah dibuat sejak tahun 1973.
Dia meminta masyarakat di lokasi perbatasan untuk tetap membina kerukunan dan menjaga kemaman dan ketertiban. Karena masalah tersebut sedang dalam penanganan oleh pemerintah propinsi.
Kepala Badan Pengelolah Perbatasan (BPP) Propinsi NTT, ketika dikonfirmasi wartawan mengatakan, dalam menyelesaikan masalah perbatasan tersebut, pemerintah propinsi melalui BPP Propinsi NTT akan mengecek kembali pilar perbatasan di dua titik yakni, Labuankelambu dan Sangan Sipar. Menurutnya dalam bulan Oktober ini tim dari propinsi akan mengecek kembali pilar di titik tersebut. Tim yang akan datang mengecek pilar tersebut adalah tim teknis dari propinsi yakni, Badan Pengelolah Perbatasan Propinsi, Badan Pertanahan Nasional Propinsi NTT dan Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesabangpolinmas) Propinsi NTT.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah propinsi berkaitan dengan masalah perbatasan tersebut adalah merubah judul SK tahun 1973. (fb/risdiyanto)

"Terkait Sidang Perubahan Anggaran" Sekda Ngada Selamatkan Wajah Pemerintah

BAJAWA, RadarFlores—Bagai disambar petir, saat Pemerintah Kabupaten Ngada dicecar berbagai pertanyaan yang dilontarkan anggota DPRD Ngada dalam Sidang Pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Perubahan TA 2011. Sebagian besar anggota DPRD mempertanyakan materi KUA-PPAS yang disiapkan pemerintah untuk dipaparkan kepada DPRD yang dinilai belum lengkap. Diantaranya, pembelanjaan APBD tahun 2011 tidak termuat dalam materi. Dan dalam sidang ini kasak-kusuk terkait defisit anggaran yang menurut informasi mencapai 44,6 milyar semakin kencang, bagai hembusan angin topan. Tak pelak temperatur suhu sidang lumayan panas. Berkali-kali terlihat baik anggota DPRD maupun pejabat pemerintah hilir mudik/keluar masuk ruangan dengan ekspresi penuh
Seperti disaksikan Wartawan RadarFlores, sidang berlangsung di ruang paripurna DPRD Ngada, Selasa (4/10/2011) yang dimulai pukul 10.00 wita. Sidang dipimpin Ketua DPRD Ngada,Kristoforus Loko, S.Fil, didampingi Wakil Ketua DPRD Ngada,Moses J Mogo dan Paulinus No Watu. Hadir dari eksekutif Bupati Ngada, Marianus Sae, Sekda Ngada,Meda Moses, Asisten III, Drs. Anthonius Repu dan para pimpinan SKPD lingkup Setda Ngada.
Pimpinan sidang usai membuka sidang, langsung memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk memaparkan materi KUA-PPAS yang disampaikan Bupati Ngada di bagian pendahuluan, selanjutnya dipaparkan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngada, Hilarius Sutanto. Sekitar 15 menit, kepala Bappeda memaparkan materi KUA-PPAS, salah satu anggota DPRD Yoseph Dopo Bebi langsung memberikan interupsi dan kemudian disusul dengan beberapa pertanyaan dari anggota DPRD, diataranya Jhoni Ngai Luna, Syirilus Pati Wuli, Paul D Maku dan Wens Kua Gili.
Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten Ngada,Syirilus Pati Wuli, sebelum pembahasan KUA PPAS, semestinya pelaksanaan APBD 2011 perlu dievaluasi terlebih dahulu untuk mengetahui sejauh mana penyerapan anggaran TA 2011. Karena dari situlah pemerintah bersama DPRD baru bisa membahas KUA PPAS APBD Perubahan TA 2011. Menurut Pati Wuli, yang terjadi justru pemerintah tidak membicarakan tentang bagaimana penyerapan anggaran yang termuat dalam APBD 2011, tetapi lebih mengarah pada perbandingan APBD 2010 dengan target APBD 2011.
Anggota DPRD lainnya Yosep Dopo memberikan interupsi kepada pemerintah karena materi pemaparan yang disampaikan pemerintah kepada DPRD kurang lengkap dan pada salah satu poin yang memuat terget pendapatan daerah terjadi perselisihan data antara data yang ada di buku KUA-PPAS yang dipegang para anggota DPRD dengan data yang dipaparkan kepala Bappeda melalui layar LCD.
DPRD menilai materi KUA-PPAS yang dibuat pemerintah belum lengkap dan asal jadi sehingga tidak berbobot. Karena salah satu point penting dalam KUA-PPAS yakni daftar pembelanjaan APBD tahun 2011 tidak dimuat dalam materi. Padahal dalam perubahan anggaran APBD, daftar pembelanjaan harus dimuat sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam PP nomor 58 tahun 2005, pasal 20 ayat (1) menyebutkan, APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah. Namun dalam sidang tersebut, pemerintah tidak memaparkan salah satu substansi sesuai amanat PP Nomor 58 Tahun 2005.
Dengan demikian, anggota DPRD menilai, materi yang dibuat pemerintah belum lengkap atau asal jadi sehingga tidak dapat dibahas. Pimpinan DPRD setelah persetujuan forum langsung mengskorsing sidang selama satu setengah jam dan sidang kembali dilanjutkan pukul 13.00 wita. Namun setelah skorsing pertama, pemerintah meminta pimpinan sidang untuk mengskorsing kembali sidang karena pemerintah belum siap memaparkan materi KUA-PPAS. Sidang lanjutan KUA-PPAS dilanjutkan Rabu (5/10/2011). Pada sidang lanjutan hari kedua ini, Sekretaris Kabupaten Ngada (sekda) , Drs. Moses Meda tampil sebagai penyelamat, secara mendetail menjelaskan regulasi yang menjadi persoalan. Sampai-sampai beberapa anggota dewan menyampaikan kepada wartawan bahwasanya beruntung sidang kedua ini dikendalikan oleh sekda, karena dalam bahasannya starting point sangat rasional dan jelas.Serta substansi yang dapat disimpulkan pada sidang kedua ini, yakni faktor pembelanjaan oleh pemerintah lebih besar daripada pemasukan. Saat wartawan meminta sumber data terkait uraian klasifikasi defisit, para petinggi SKPD menerapkan strategi bungkam alasan takut atasan.
Jelang tahun kedua, terlihat warna pembangunan kabupaten Ngada belum jelas, terkesan abstrak dan membabi-buta. Keinginan besar yang ingin dicapai ‘hantam kromo’ cenderung menabrak rambu-rambu regulasi, hal ini disampaikan salah satu anggota dewan. Barangkali bila benar angka defisit anggaran mencapai 44,6 milyar adanya, ini adalah angka fantastis yang ditunjukkan oleh suatu pemerintah daerah di Indonesia, karena menurut informasi ketentuan angka defisit tidak boleh melebihi 5% dari anggaran yang ditetapkan, padahal pada sidang ini terungkap defisit mencapai 10%. Lalu yang pertanyaan kesalahan ini hendak ditimpakan kepada siapa?. Kebijakan protektif yang ditampilkan bisa jadi menyebabkan roda kebijakan terputus mata rantainya. Energi pembangunan yang dimiliki pemerintah Ngada banyak yang tersumbat. Pengkotak-kotak-an dalam manajemen kekuasaan terlihat tampak. Barangkali terlalu sangat naif bila kita terlalu terobsesi pada legenda Bangsa Yunani “KUDA TROYA”, takut lawan politik mencaplok kekuasaan lewat penyusupan. ‘BARANGSIAPA MENABUR DIA AKAN MENUAI’ (Mr.X)

Pemda Ngada Versus Media (Pasca Mencuatnya Sejumlah Isu Kelaparan)

Bajawa, FajarBali------Profesi kewartawanan adalah salah satu institusi yang sangat penting dalam sebuah bangsa, dan dijamin oleh UU Tentang Pers No 40 Tahun 1999. Bagaimanapun ini hanya dapat dilakukan jika pelaku kewartawanan itu memahami tanggungjawab profesionalnya serta norma hukum bagi meningkatkan peranannya sebagai penyebar maklumat yang objektif, menyalurkan aspirasi rakyat, memperluas komunikasi dan penyertaan masyarakat. Selama ini hubungan antara pemerintah dan media, khususnya media alternatif, selalu ditandai dengan tidak adanya hubungan harmonis. Nasi sudah menjadi bubur, Pemberitaan krisis pangan di Uluwae dipandang menjadi antiklimaks atas renggangnya harmonisasi insan pers dengan pemerintah Ngada, sejumlah petinggi terkesan reaksioner dalam menyikapi pemberitaan krisis pangan. Saling tuding, saling tunjuk, sikap sinisme dan langkah seribu ditampakkan terhadap insan pers, dengan alasan pers telah menyalahi kode etik karena semua berita yang menyangkut pemerintah harus dikonfirmasi terlebih dahulu, dan tak mau kalah sejumlah kuli tinta, mengatakan sejumlah berita yang hendak diturunkan tidak bisa ditunda, apalagi pejabat yang ditunjuk terkadang ogah-ogahan bertemu dengan wartawan dengan seribu alasan. Perang dingin antara pemda dengan pers bukan tidak mungkin menjadi perang terbuka yang tentu menimbulkan ekses negative yang tak memberikan nilai tambah bagi kedua belah pihak.
Prinsip kesetaraan dalam bekerja sama diperlukan di antara media dan pemerintah karena kedua pihak tersebut saling membutuhkan. Pihak pemerintah membutuhkan peran media sebagai wadah untuk mensosialisasikan apa yang telah dikerjakan kepada masyarakat dan pihak media sendiri membutuhkan pemerintah sebagai sumber berita. Take and give kedua belah menjadi sebuah mata rantai yang seharusnya tidak boleh putus. Polemik Pangan di Translok Uluwae, Rawan Pangan di Desa Sebowuli Aimere, Penerapan KTP Elektronik yang terancam gagal dikabupaten Ngada, Pelayanan RSUD Bajawa yang sempat amburadul, Program Perak (Perekonomian Rakyat) yang masih kelimpungan mencari formulanya dan belum lagi masalah defisit anggaran yang menurut informasinya mencapai milyaran rupiah. Ini semestinya menjadi isu perekat dan bukan malah sebaliknya disatu pihak ada yang merasa kebakaran jenggot atas pemberitaan ini. Bisa jadi ada organ structural dalam tubuh pemerintahan yang harus segera disembuhkan agar SKPD (satuan kerja perangkat daerah) tidak terinfeksi dengan pola pikir yang picik dan sempit. Fungsi control social yang dijalankan oleh media sekiranya disikapi dengan arif dan bijak, bukan malah sebaliknya menjadi pemicu perseteruan. Adu argumentasi, unjuk data disana-sini menjadi cermin kebijakan kelabakan yang masih menjadi tradisi klasik yang masih dilakukan, satu pihak mengklaim fenomena kelaparan karena masyarakat di Uluwae pemalas dan sejenisnya, disisi lain pihak pers beralasan kelaparan diakibatkan gagal panen secara beruntun. Begitu pula kasus di Sebowuli-Aimere, bila kebiasaan makan batang pisang bukan lagi dianggap barang aneh ditengah pemerintah pusat gencar mendengungkan menu “Empat Sehat Lima Sempurna”, untuk apa lagi para pejabat pulang pergi ke Jakarta mengadopsi pola hidup yang diidam-idam dan menjadi Konsensus rakyat Indonesia dengan apa yang diartikan sebuah kesejahteraan. Temuan media bukan lagi dianggap sebagai sebuah karya jurnalistik namun dianggap sebagai karya mencemooh kebijakan pemerintah, dan bila sikap phobia seperti ini dikembangkan bukan mustahil menjadi bumerang yang berkepanjangan.
Catatan media takkan terlupakan sepanjang masa, karena sejarah akan membukukannya, segenap prestasi maupun prestise tak terkecuali. Oleh karena itu, pemerintah harus mengetahui cara kerja media serta apa yg diperlukan oleh media dari pemerintah sebagai narasumber sehingga salah pengertian dalam berkomunikasi tidak perlu terjadi. Bagi kalangan masyarakat tertentu, khususnya tokoh pemerintahan, media massa merupakan infrastruktur kekuasaan. Adapun dimuatnya kebijakan-kebijakan, perundang-undangan, peraturan-peraturan, merupakan refleksi dari keterlibatan kalangan dominant class. Di lain pihak, kalangan masyarakat umum mengharapkan media massa sebagai alat kontrol social dan perubahan. Besarnya pengaruh media ini disadari oleh banyak pihak, oleh karena itu wajar jika media kemudian menjadi “lahan perebutan” bagi berbagai kelompok untuk menyuarakan kepentingan. Kendati tak kasat mata dan tak terdengar telinga, akan tetapi “perebutan” ini sebenarnya sangat riuh. Sebuah silent war, perang sunyi yang melibatkan seluruh stakeholders media, baik internal maupun eksternal.
McQuail (1998) menggambarkan “silent war” itu. Pihak pemerintah—misalnya—menginginkan agar media berfungsi sebagai sarana pemeliharaan integritas bangsa, sarana pemeliharaan kestabilan politik, dan sebagainya. Pihak khalayak mengharapkan media massa berfungsi sebagai sumber informasi yang terpercaya, sarana pengetahuan dan budaya.
Idealnya memang, media massa yang baik adalah yang dapat mengadopsi kepentingan seluruh stakeholders.
Ditengah semaraknya ritus keagamaan yang menggelar sejumlah aksesoris perayaan yang dilakukan oleh masyarakat, tampaknya tak mau kalah pemerintah ikut-ikutan menggelar pesta syukuran Ultah perdana pemerintahan yang baru periode 2010 – 2015 di Lupijo Kecamatan Aimere yang menurut informasi acara ini merupakan kunjungan kerja. Berdasarkan pantauan media akibat perhelatan ini berakibat terganggunya pelayanan public hampir selama 3 hari. Lagi-lagi media memberi catatan kaki terhadap segala kebijakan dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah agar tak menyalahi koridor alias kebablasan yang bisa berakibat program pemerintah yang dicanangkan menjadi carut marut. Tergambar sudah apa yang menjadi titik persoalan yang sebenarnya tidak perlu dipersoalkan, cara pandang yang berbeda dan menarik garis batas yang berbeda pula yang barangkali ini menjadi fase jenuh bagi segelintir petinggi yang menerapkan pembusukan dalam system pemerintahan yang hanya bekerja ABS alias Asal Bapak Senang. Boleh jadi penalaran ini masih menjadi sebuah pertanyaan, lalu langkah apa yang bisa menjembatani retaknya insan pers dengan pemda Ngada ? tentu tak semudah membalikkan telapak tangan, karena semua punya otoritas. Rekonsiliasi memang dibutuhkan namun tidak bisa dipaksakan.
Ibarat mesin yang terlanjur panas, memang diperlukan waktu untuk mendinginkan agar perfoma yang diharapkan dapat terwujud. Kiranya sejumlah isu sentral yang beberapa pekan ini disuarakan sejumlah media elektronik dan media cetak di Kabupaten Ngada mendapat atensi yang serius dari pemerintah daerah untuk melakukan pembenahan bukan tidak mungkin bila fakta yang disajikan justru diacuhkan akan menjadi bola panas yang mengarah pada ‘mosi tidak percaya pada pemerintah daerah’. Disadari atau tidak uraian diatas menjadi cermin bila titik penalaran tidak mempunyai garis singgung yang tepat akan berakibat fatal, disatu sisi kebijakan pemerintah gagal dipublikasikan dan disatu sisi media kehilangan mitra penting sebagai narasumber yang dibutuhkan. Coba tengok beberapa fenomena robohnya kekuasaan yang diawali memburuknya komunikasi pejabat pemerintah dengan mass media yang melahirkan rasa curiga antara pemerintah dan rakyatnya akibat bias dari perseteruan antara pers dengan pemerintah. Masih ada waktu untuk memperbaiki, saling instropeksi dan bila perlu beberapa petinggi pemerintahan yang tidak cakap memang harus diganti (Demosi/dicopot), agar komunikasi dan interaksi antara pemerintah dan media terjembatani. Bukan hanya itu insan media di Kabupaten Ngada menuding ada sesuatu yang tersembunyi pada ruang komunikasi di era transparansi. Terbiasa menganak emaskan dan menganak-tirikan yang pernah menjadi tradisi pemerintahan sebelumnya, yang sebenarnya tak pantas lagi untuk diwarisi pada pemerintahan saat ini yang dikurung pada era digital. Perubahan dan strategi besar yang dislogankan oleh Pemda Ngada mau tidak mau harus bergandeng tangan dengan insan media. Zaman telah berubah, dihapuskannya SIUPP telah terbukti membawa ledakan jumlah media-massa di Indonesia. Persaingan ketatpun terjadi,sehingga memunculkan satu trend penting: media makin tersegmentasi tidak hanya berdasar profil ekonomi-sosial pembaca, tapi juga berdasar hobi/interest dan geografis, simak munculnya media lokal dan komunitas. Dalam ranah media massa cetak, lahir ratusan koran, majalah dan tabloid baru, baik yang berskala nasional maupun lokal. Demikian pula dunia maya (cyberspace), situs-situs bertajuk berita pun bertebaran. Kondisi ini meniscayakan adanya sebuah kondisi bahwa pemerintah tidak lagi monopolistik dalam mengelola informasi dan “mengatur” konten yang disampaikan melalui media massa. Jadi kesimpulannya apapun isu sentral yang menjadi topik hangat ditawarkan insan media di Kabupaten Ngada dalam sebuah pemberitaan faktanya dilakukan berdasarkan kajian yang tidak mengada-ada, namun didasarkan pada sebuah realita. Ada aksi dan pasti ada reaksi…namun kedua-duanya harus mengandung isi (bobot). Menilik pasal 4 ayat 3 UU Tentang Pers No 40 Tahun 1999, yang berbunyi….pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarkan gagasan dan informasi. Serta ditopang oleh pasal 6 ayat d, yang berisi pers melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dan kepentingan umum. Bila pekerja media bekerja keras se-irama dengan ketentuan Undang-Undang Pers, lalu yang menjadi pertanyaan ada persoalan apa antara sejumlah awak media versus pemerintah daerah Ngada. Barangkali hanya Tuhan Yang tahu. (fb/risdiyanto)

‘Bantuan Gubernur NTT Untuk Kapela di Naru’

Bajawa, FajarBali------ Kedatangan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya beberapa hari yang lalu (Kamis 13/10/2011) ke Ngada dalam rangka roadshow kegiatan Hari Pangan Sedunia (HPS) Tingkat Propinsi NTT yang dipusatkan di Malanuza – Mataloko. Pada saat memasuki Desa Naru rombongan gubernur disuguhkan tarian yang dipentaskan oleh murid-murid Sekolah Dasar Katolik (SDK) Naru yang tergabung dalam sanggar seni Wawomodha. Tak hanya tari-tarian dalam menyambut rombongan namun juga diselingi alunan musik tradisional. Perarakan sampai menuju Aula Kantor Desa Naru, Tepat pukul 11.00 Wita Kegiatan ramah tamah dimulai dengan masyarakat Desa Naru Kecamatan Bajawa.

Sebelum Sambutan Gubernur, Sambutan dari Wakil Desa Naru, Martinus Zeo yang juga seorang guru SDK Naru dibacakan terlebih dahulu sebagai pengantar. Dalam sambutan itu juga disampaikan perihal bantuan dari Gubernur NTT senilai 30 juta rupiah untuk pengadaan lonceng Kapela ‘Maria Gunung Karmel’ dan dari pemerintah daerah Ngada senilai 15 juta untuk renovasi Gua Maria ‘ Rosa Mustika’. Pada sambutan tersebut gubernur memperkenalkan para pejabat satu per satu yang ikut hadir dalam rombongannya. Pada acara tersebut secara simbolis Gubernur menyerahkan bantuan dalam bentuk uang senilai 30 juta untuk pengadaan lonceng untuk Kapela ‘Maria Gunung Karmel’ dan 50 zak semen untuk perbaikan bangunan anak tangga Aula Kantor Desa Naru. Dalam sambutannya Gubernur mengingatkan akan program pokoknya yakni Program Anggur Merah (Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera), meminta masyarakat untuk tidak menyia-nyiakan namun memanfaatkan semaksimal mungkin guna menuju perbaikan taraf hidup. Lebu Raya juga mengungkapkan agenda kunjungannya antara lain memantau situasi pangan didaerah yang ia kunjungi. ‘Mari bekerja sekeras-kerasnya, tidak boleh orang lain mengisi periuk kita’, kata Lebu Raya. ‘Jika ada bantuan sifatnya menambah, itu martabat kita’, tegas Lebu Raya.
Dalam sambutannya, Lebu Raya menekankan untuk tidak malu makan pangan lokal. ‘Kita tidak boleh malu mengkonsumsi pisang, ubi, jagung, Kehebatan kita kalau kita mengkonsumsi hasil kita sendiri’, Tantang Lebu Raya.
Selain itu Gubernur juga mengingatkan untuk mem-follow up program Gong Belajar yang ia canangkan serta meminta pada semua pihak untuk tidak mempertentangkan program itu. Lebu Raya mengatakan bahwa tujuan Gong Belajar, agar anak-anak usia sekolah untuk belajar lebih keras. Menurut Lebu Raya, gong belajar dibunyikan pagi pukul 05.30 dan disiarkan melalui radio dan pukul 17.00 sampai pukul 19.00 malam tujuan untuk mengingatkan waktu belajar bagi anak-anak sekolah. Pada kesempatan tersebut gubernur juga mengharapkan agar program ‘Gong Belajar’ bisa membantu anak-anak usia sekolah untu mencapai prestasi yang tertinggi sesuai yang dicita-citakan.
Acara tersebut dilanjutkan makan siang dengan iringan paduan suara yang dibawakan oleh murid-murid Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bajawa yang menyanyikan lagu yang berjudul “Anggur Merah”. (fb/risdiyanto)

Ritual Adat Ka’a Ngadhu Suku Kutu

BAJAWA, FAJARBALI—Warga suku Kutuhebupedu yang tersebar di wilayah Kota Bajawa dan sekitaranya ikut meramaikan acara peresmian Ngadhu (simbol pemersatu) di kampung adat Bewajo, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Sabtu (15/10/2011). Ritual adat ini sebagai puncak dari seluruh rangkaian ritual adat yang telah dilakukan warga suku dalam memperbaiki Ngadhu. Dalam acara tersebut puluhan hewan kurban yaitu sapi lima ekor dan babi 23 ekor dipotong untuk makan bersama warga suku.
Upacara ini dianggap sebagai puncak dari ritual adat warga suku dalam peresmian Ngadhu yang baru. Ngadhu yang lama diperbaiki karena sudah lapuk yang diperkirakan sudah berusia 500 tahun lalu. Perhitungan umur Ngadhu tersebut diperkirakan sesuai usia manusia dalam satu keturunan. Ngadhu yang diperbaiki itu masuk pada keturunan ketujuh. Dengan demikian, jika satu keturunan rata-rata usia 70-80 tahun, maka dari tujuh keturunan itu diperkirakan mencapai 500 tahun.
Ketua suku Kutuhebupedu Thomas Jone kepada wartawan di rumah adat (Sao) menjelaskan, acara yang berlangsung meriah itu dianggap sebagai puncak dari semua ritual adat sejak awal pergantian Ngadhu hingga selesai. Perbaikan Ngadhu yang terletak di tengah kampung tersebut berlangsung cukup lama, karena semua hal yang mau dilakukan harus melalui upacara adat, seperti pencarian tiang utama Ngadhu di hutan, penggalian untuk menanam tiang Ngadhu, hingga acara peresmian Ngadhu.
Jone yang juga berstatus sebagai Saka Pu’u (orang yang menempati rumah adat suku) mengatakan, perbaikan Ngadhu tidak seperti perbaikan rumah adat (Sao). Ngadhu hanya bisa dilakukan renovasi jika kondisinya sudah tidak layak lagi dan usia Ngadhu tersebut bisa mencapai 400-500. Sedangkan rumah adat (sao) bisa dilakukan renovasi empat tahun sekali tergantung kondisi rumah adat.
Pantauan Wartawan FajarBali, Sabtu (15/10/2011), ratusan warga suku yang merupakan keturunan dari suku tersebut mulai berdatangan ke kampung adat Bewejo dari pukul 09.00 hingga pukul 13.00 wita. Warga datang dalam bentuk kelompok dan membawa serta ternak persembahan seperti kerbau dan babi. Tamu yang datang disambut dengan tarian adat oleh tuan rumah yang adalah warga suku yang menetap di kampung tersebut. Sebelum warga suku yang datang itu masuk ke dalam rumah adat, terlebih dahulu mereka memperkenalkan status hubungan mereka dengan warga yang tinggal di kampung tersebut, seperti hubungan keturunan (ra’a nana dadi dowe), hubungan perkawinan (tara dhaga lobo tozo) dan juga hubungan pertemanan (koga woe). Usai perkenalan yang dilakukan persis di pintu masuk kampung itu, mereka diiringi dengan tarian adat untuk dihantar masuk ke rumah adat.
Kemudian dari sao induk, mereka dibagi untuk menempati rumah-rumah warga yang berada di dalam kampung tersebut. Setelah warga suku sudah berada di rumah-rumah warga langsung disusulkan dengan pemberian makan dan minum yang disajikan secara adat dengan menggunakan bakul. Usai makan, dilanjutkan dengan upacara pemotongan hewan kurban, baik kerbau maupun babi. Lima ekor sapi yang sudah diikat tepat di tengah kampung itu langsung dibantai. Begitu juga babi 23 ekor langsung dipotong.
Ketua panitia ritus peresmian Ngadhu, Geradus Reo yang juga menjabat sebagai Camat Bajawa mengatakan, daging hewan persembahan tersebut selain dimakan juga dibagikan kepada warga suku yang datang. Katanya ratusan warga suku yang datang pada upacara tersebut merupakan warga suku sendiri, warga karena hubungan perkawinan dan juga warga karena hubungan persahabatan. Setiap kelompok yang datang membawa ternak masing-masing, seperti kerbau dan babi. Warga yang datang itu tidak diwajibkan untuk membawa ternak kerbau, mereka datang bisa membawa ternak babi, tergantung tingkat partisipasi warga kampung tersebut saat pergi mengikuti acara ke luar. “Kalau kita ikut mereka punya acara bawa babi, maka saat kita punya acara mereka juga bawa babi. kalau kita bawa kerbau, berarti mereka juga datang bawa kerbau,” kata Reo. Dan dalam Tradisi Masyarakat Ngada dalam konsep ‘Nua Lima Zua’ hanya mengenal 3 jenis hewan kurban untuk ritus adat yakni Kerbau, Babi dan Anjing. (fb/risdiyanto)

Ngada Belum Punya Perda RTRW

BAJAWA, FAJARBALI----—Kabupaten yang belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) akan ada konsekwensinya. Salah satunya, pengurangan jumlah dana bantuan dari pemerintah pusat untuk melakukan aktivitas pembangunan di daerah. Karena sebuah aktivitas pembangunan yang bersumber dari pemerintah pusat mesti didukung dengan tata ruang wilayah.
Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngada, Drs. Hilarius Sutanto mengatakan hal itu kepada wartawan, di ruang kerjanya, Senin (17/10/2011). Kata Sutanto, keberadaan perda tentang tata ruang wilayah suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam kaitan dengan aktivitas pembangunan di suatu daerah. Apalagi program yang diluncurkan dari pemerintah pusat, dimana setiap aktivitas pembangunan harus memiliki peta tata ruang wilayah. “Kita mau usulkan bangun sesuatu, tetapi pemerintah pusat minta peta tata ruang wilayah yang sudah diperdakan. Sementara kita tidak punya perda itu. Karena pemerintah pasti minta peta tata ruang saat kabupaten mengusulkan bangun sesuatu,” kata Sutanto.
Untuk Kabupaten Ngada Perda RTRW belum ada, sehingga konsekwensinya terjadi pengurangan jumlah anggaran dari pemerintah pusat untuk kegiatan pembangunan yang tidak bisa dilakukan di kabupaten. Untuk itu, pemerintah saat ini sedang berupaya agar masalah yang menghambat perda tata ruang wilayah harus diselesaikan terlebih dahulu.
Menurut Sutanto, ada dua persoalan krusial yang dihadapi pemerintah Kabupaten Ngada saat ini berkaitan dengan penerbitan perda RTRW, yakni masalah perbatasan antara Kabupaten Ngada dengan Manggarai Timur, Ngada dengan Nagekeo dan masalah kawasan hutan lindung. Dua persoalaan ini yang harus diselesaikan terlebih dahulu, karena sesuai dengan aspirasi seluruh masyarakat Ngada. Setelah dua masalah tersebut sudah tuntas, baru Perda RTRW bisa disahkan.
Sutanto mengatakan, Ranperda RTRW belum bisa disahkan jadi perda karena masih terbentur dengan dua persoalan tersebut. Karena di saat Ranperda itu dilakukan asistensi di tingkat propinsi, tentunya harus memiliki suatu keharmonisan tentang batas wilayah antara kedua kabupaten. “Melakukan keharmonisan peta tata ruang itu bisa dilakukakan apabila batas kedua kabupaten sudah tidak ada persoalan. Tetapi kenyataan saat ini pemerintah Kabupaten Ngada masih mengalami kendala batas antara kabupaten. Meskipun menurut Kabupaten Manggarai Timur soal perbatasan wilayah kabupaten sudah final, namun bagi pemerintah kabupaten Ngada hal itu masih sebuah persoalan,” tutur Sutanto.
Ia mengatakan, pemerintah Kabupaten Ngada sedang berupaya untuk menyelesaikan kedua masalah tersebut, meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Tetapi setelah masalah itu terselesaikan, maka akan membawa kepuasan tersendiri bagi pemerintah dan juga masyarakat Ngada. Berkaitan dengan hal itu, kata Sutanto, pemerintah meminta dukungan DPRD untuk memikirkan kedua persoalan tersebut sebagai masalah prioritas yang harus segera diselesaikan. Salah satu bentuk dukungan dari dewan adalah mengalokasikan anggaran untuk proses revisi kawasan hutan lindung pada tahun 2012 nanti. Selain itu disiapkan anggaran untuk memfasilitasi tim baik dari pusat maupun dari propinsi dalam rangka menyelesaikan masalah perbatasan.
Sutanto menambahkan, untuk tahun 2012 nanti akan dilakukan kajian kawasan hutan lindung di seluruh NTT. Setiap kabupaten wajib memberikan dana sebesar Rp. 500 juta untuk pembiayaan tim dari pusat. Jumlah tersebut dinilai ringan bila dibandingkan dengan upaya kabupaten secara sendiri untuk membiaya tim dari pusat. Apabila dibiaya sendiri oleh kabupaten, maka dana yang disiapkan diperkirakan Rp.5 miliar (fb/risdiyanto)

Dana Bansos Ngada ‘Menguap’ 1,1 Milyar Kadis PPKAD ‘Enggan Berkomentar’

Bajawa,FajarBali-------Memanasnya dugaan penyelewengan dana bantuan sosial di Maumere Kabupaten Sikka yang mencapai 10,7 Milyar yang menjadi headline sejumlah media akhir-akhir ini, juga berimbas di Kabupaten Ngada. Seperti yang dilansir dari sebuah media (sabtu 15/10/2011) berdasarkan Laporan Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Propinsi Nusa Tenggara Timur, yang menyebutkan realisasi belanja bantuan sosial (bansos) pemerintah Kabupaten Ngada anggaran 2010 senilai, Rp. 1.154.901.200,- tidak wajar, Lantaran kelalaian bendahara pengeluaran yang menyalurkan bantuan tanpa ada proposal dan persetujuan kepala daerah.
Menanggapi informasi tersebut wartawan fajarbali mengkonfrontir dengan Pemerintah Daerah Ngada melalui Kabaghumas Pemerintah daerah Drs Paskalis Bai (Senin 17/10/2011), kaitan pemberitaan tersebut Paskalis menyarankan untuk mengkonfirmasi langsung pada Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD). Kepala Dinas (Kadis) PPKAD, Wihelmus Bate, SH, saat ditemui enggan menanggapi masalah ini, ia beralasan sebagai bawahan tidak sepantasnya melampaui kewenangan dalam hal ini yang dimaksud Bupati Ngada, Marianus Sae.
Namun Bate mengungkapkan, bahwa pemerintah tidak pernah ada maksud menutup-nutupi masalah ini, Cuma belum sempat komunikasi perihal temuan BPK ini kepada Bupati, Tegas Bate diruangan PPKAD dihadapan sejumlah wartawan. Saat wartawan memancing pertanyaan bahwasanya salinan draf temuan BPK kaitan kejanggalan dana bantuan sosial ini lebih dahulu diterima dan seolah didiamkan?, Bate buru-buru menjawab, itu bukan kewenangannya untuk menjelaskan.
Untuk itu kadis PPKAD menyarankan untuk mengkonfirmasi langsung masalah kejanggalan penggunaan dana bansos versi BPK tersebut kepada Bupati Ngada, Marianus Sae. Saat wartawan mencoba mengkonfirmasi masalah tersebut kepada Bupati Ngada lagi-lagi belum bisa ditemui.
Fakta yang mencuat dari informasi yang berkembang bahwa menurut pasal 133 Permendagri No 59 tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, ayat pertama menyebutkan bahwa pemberian subsidi, hibah dan bantuan sosial dan bantuan keuangan dilaksanakan atas persetujuan kepala daerah. Sedangkan ayat kedua berbunyi, penerima subsidi hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan bertanggungjawab atas penggunaan uang yang diterimanya dan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaannya kepada kepala daerah. Dari informasi yang didapat Bahwa BPK mengeluarkan sejumlah rekomendasi atas temuan ini antara lain ; BPK RI merekomendasi Bupati Ngada untuk membuat peraturan yang mengatur pemberian dan pertanggungjawaban dana bansos, serta memberi sanksi yang tegas kepada bendahara pengeluaran belanja bantuan untuk tahun anggaran 2010 yang telah merealisasikan bantuan tanpa proposal. Selain itu BPK juga merekomendasi untuk memberi sanksi tegas kepada pengguna anggaran Dinas PPKAD yang tidak melakukan pengawasan terhadap bendahara tersebut. Dan yang terakhir BPK merekomendasi pada Bupati untuk meminta pertanggungjawaban kepada kelompok masyarakat yang telah menerima bantuan Rp 782.450.000,- dan dana untuk 11 partai politik yang menerima kucuran total Rp 372.451.200,-.
Polemik dana bantuan sosial ini menjadi kasak-kusuk sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) dipelataran kantor pemerintah daerah Ngada melihat para mass media hendak mencari informasi lebih lanjut. (FB/risdiyanto)

Kegiatan Workshop Awali Peringatan HPS

BAJAWA, FajarBali—Gelora Peringatan Hari Pangan Sedunia ditingkat Propinsi NTT dipusatkan di Kabupaten Ngada dan diikuti diikuti seluruh kabupaten/kota se-NTT. Panitia penyelenggara peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke XXXI tingkat Propinsi NTT menggelar workshop tindak lanjut NTT Food Summit. Workshop tersebut bertujuan mengevaluasi perkembangan implementasi NTT Food Summit yang sudah di capai di propinsi NTT terhadap kemiskinan dan ketahan pangan. Selain itu, mempertemukan berbagai pihak seperti media massa, praktisi/LSM, komponen masyarakat dan pemerintah untuk merumuskan keterpaduan langka operasional untuk ketahanan pangan. Kegiatan workshop berlangsung di Aula Jhom Tom Bajawa, Kamis (13/10/2011).
Pantauan wartawan FajarBali, kegiatan workshop ini dimulai pukul 13.00 wita yang dibuka secara resmi oleh Gubernur NTT, Frans lebu Raya. Peserta kegiatan tersebut diperkirakan lebih dari 70 orang yang adalah utusan dari kabupaten/kota se NTT, baik kepala dinas, anggota DPRD NTT maupun pejabat Propinsi NTT yang mewakili. Untuk kabupaten dihadiri Bupati Ngada, Marianus Sae, Wakil Bupati Paulus Soliwoa, anggota DPRD dan pimpinan SKPD lingkup setda Ngada. kegiatan berkahir pada pukul 18.00 wita.
Materi yang disampaikan dalam worshop tindak lanjut Food Summit tersebut diantaranya, upaya penanganan kemiskinan dan kerawanan pangan di NTT yang dibawakan oleh Gubernur NTT, Frans Lebu Raya. Kemudian materi tentang evaluasi perkembangan tingkat kemiskinan di Propinsi NTT yang disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)Propinsi NTT Ir. Poltak Sutrisno Siahaan, materi tentang evaluasi perkembangan kerawanan pangan di propinsi NTT disampaikan Kepala Badan ketahanan pangan dan Penyuluhan NTT Nikolaus Nuhan, materi tentang perspektif dan dukungan legislatif terhadap penanganan kerawanan pangan dan kemisikinan di NTT yang dibawakan Anselmus Tallo dan materi tentang perspektif dan dukungan LSM Terahda penanganan kerawanan pangan dan kemiskinan di NTT yang disampaikan oleh Aliansi LSM nasional.
Gubernur NTT Drs. Frans lebu Raya pada kesempatan itu mengatakan, workshop tindak lanjut NTT Food Summit sebagai wadah membangun komitmen bersama dan dapat mengimplementasikannya secara bersama-sama tentang masalah kerawanan pangan di propinsi NTT. Dia juga mengajak seluruh komponen masyarakat NTT menyatukan gerak dan langkah untuk memerangi kelaparan sekaligus mengurangi kemiskinan di NTT.
Lebu Raya menyampaikan beberapa pokok pikiran, yakni melakukan evaluasi secara menyeluruh manfaat program yang sudah dilaksanakan terhadap perkembangan kerawanan pangan dan kemiskinan di NTT. Diharapkan untuk menyamakan persepsi dan langkah operasional tentang cakupan serta indikator kerawanan pangan dan kemiskinan di NTT. Menemukan rumusan pola penanganan kerawanan pangan dan kemiskinan yang lebih terkoordinasi dan terpadu. (fb/risdiyanto)

Kantor DInas P3 Ngada ‘Membara’ di Siang Bolong

Bajawa,FajarBali ------- Saat ribuan mata warga Bajawa tertuju pada kedatangan Gubernur NTT Drs. Frans Lebu Raya yang waktu itu mengikuti acara tatap muka dengan masyarakat di Kantor Desa Naru-Bajawa, pada saat yang bertepatan itu pula, Kantor Dinas P3 (Pertanian, Perkebunan, Peternakan) Kabupaten Ngada yang terletak di Jalan Soekarno – Hatta ludes dilalap api. Peristiwa kebakaran kantor tersebut sekitar pkl 10.50, pada Kamis (13/10). Kantor tersebut tidak bisa diselamatkan oleh karena tidak ada mobil pemadam kebakaran. Upaya untuk memadamkan kebakaran hanya menggunakan Mobil Tangki Air dua unit milik masyarakat dan satu unit milik Polres Ngada. Kejadian itu menjadi tontonan ribuan masyarakat kota Bajawa. Peristiwa tersebut akhirnya, pihak Kepolisian terpaksa mengalihkan arus lalu lintas yang menuju kelokasi Kebakaran termasuk rombongan Gubernur.
Pantauan Wartawan FajarBali di lokasi tersebut, puluhan warga sekitar serta Satuan Polisi PP berusaha memadamkan api di tiga unit bangunan, termasuk Café Maidia yang berada dalam satu kompleks tersebut. Kobaran api tidak bisa dipadamkan oleh karena keterlambatan mobil Tangki Air, disertai tiupan angin yang kencang membuat kobaran api meluas dan menjalar ke seluruh ruangan. Juga sempat terdengar beberapa kali bunyi ledakan. Sementara mobil pemadam kebakaran milik Pemda (Pemerintah Daerah) tidak berada dilokasi,dan sesuai informasi bahwa kendaraan itu dalam keadaan rusak.
Salah satu saksi mata yang bekerja di Rumah Makan “El Sadhai” yang berdekatan dengan kantor tersebut bernama Afra Noa, menerangkan bahwa sumber Api berasal dari Kantor Dinas P3, tepat dibagian belakang. Setelah melihat gumpalan asap dan lidah api, dirinya langsung menyampaikan kepada majikannya untuk mengangkat semua jemuran yang berada dibelakang kantor tersebut karena hanya dibatasi dengan tembok.
Menurut Afra, dalam waktu sekejap, kobaran api semakin meluas hingga merambat diseluruh ruangan kantor tersebut. Para pegawai yang bekerja di Dinas tersebut akhirnya berhamburan keluar kantor untuk menyelamatkan diri karena panik.
Lebih lanjut,dia mengatakan bahwa dirinya sering melihat pegawai dari dinas tersebut selalu membakar sampah dibagian belakang kantor. Majikannya, kata Afra, selalu memberi teguran kepada pegawai yang sering membakar sampah dibagian belakang, karena sangat berbahaya. Sementara barang-barang,sebagian kecil yang bisa diselamatkan,seperti meja,dan beberapa unit Komputer, serta beberapa mesin pengolahan Kopi.
Wakil Kapolres Ngada, Kompol Anthonius C.N yang ditemui di lokasi kejadian ketika dikonfirmasi menjelaskan bahwa sumber api masih dalam proses penyelidikan polisi.Untuk mengetahui penyebab kebakaran tersebut,pihak Keplisian masih mengumpulkan data –data dari Saksi. Untuk sementara kompleks kantor tersebut di beri police line.
Kompol Anthonius mengatakan, api tidak bisa dipadamkan karena kekurangan fasilitas seperti tidak memiliki mobil pemadam kebakaran. Dalam peristiwa itu,hanya tiga unit mobil tangki, duanya dari milik masyarakat,dan satu unit milik Polres Ngada.Dalam upaya memadamkan api, pihaknya menurunkan aparat sebanyak delapan puluh personil.
dilokasi tempat kejadian perkara, terlihat banyak dokumen-dokumen, kursi, meja, Lemari, serta barang-barang lainnya yang berhamburan di halaman kantor dalam kondisi rusak.
Sementara itu,Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan (P3) Kabupaten Ngada, Ir. Ngiso Godja Laurensius yang akrab disapa Lorry Godja ketika ditanya wartawan dilokasi kejadian mengatakan, sementara ini belum tahu apa penyebab kebakaran dan menyerahkan sepenuhnya penyelidikan kasus kebakaran ini pada pihak kepolisian. Ketika wartawan menanyakan perihal bunyi beberapa kali ledakan di ruang bagian belakang, Lorry mengatakan, “mungkin botol-botol obat penyemprot hama yang meledak”, Saat disinggung apakah ini ada keterkaitan dengan ekses dari ketidakpuasan atas proses pelelangan beberapa item pada program “Perak” (perekonomian rakyat : pengadaan sapi, babi, kambing), Lorry Godja membantah bahwa semua proses baik tender, penandatanganan kontrak dan sanggah sudah usai. Salah satu staf Dinas P3 yang tidak mau disebutkan jati dirinya mengungkapkan kerugian atas kebakaran ini bisa mencapai 3 milyar lebih. (FB/Risdiyanto)

Surat Gubernur NTT Dipandang Tidak Tegas ! “Terkait Masalah Perbatasan Yang Tak Kunjung Tuntas”

Bajawa, FajarBali------Beredar kabar bahwa baru-baru ini Gubernur NTT, Drs Frans Lebu Raya mengirim surat pemberitahuan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Ngada tentang penyelesaian perbatasan. Salah satu poin tersebut meminta Pemda Ngada untuk ikut menjaga dan memelihara fasilitas umum termasuk melakukan koordinasi guna membuka kembali jalan yang ditutup oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab serta diminta melakukan pembongkaran gapura yang dibangun dilokasi perbatasan, hal tersebut dikatakan ketua DPRD Ngada Kristoforus Loko, S.Fil kepada wartawan (Jumat 7/10/2011).
Senada dengan Pernyataan ketua DPRD Ngada, Ketua Komisi A DPRD Ngada Paskalis Lalu, SH yang berasal dari Fraksi Golkar mengatakan, “Semua pihak harus serius menanggapi surat gubernur tersebut, namun tidak semudah itu mengambil keputusan karena tidak mencantumkan batas waktu penyelesaian”. Kepada wartawan FajarBali Paskalis mengungkapkan, bahwa gubernur tidak tegas !. “Kapan target penyelesaian dan limit waktu yang diberikan?” sergahnya, “Lalu apa sangsinya?” (Rabu 12/10/2011). Paskalis juga menambahkan, sebaiknya ada target penyelesaian, supaya dapat mengambil langkah strategis dan terukur. Ia mengharapkan kedua Bupati baik Bupati Ngada, Marianus Sae dan Bupati Manggarai Timur Yosef Tote, untuk tetap memberikan perhatian pada masyarakat perbatasan serta jangan memposisikan masyarakat dalam posisi dilematis, dan hal ini menjadi gerakan moral dengan memberikan pelayanan dasar pada masyarakat seperti : kesehatan, pendidikan dan sebagainya. “Kalau gubernur memerintahkan pelarangan pembangunan fisik dan non fisik di perbatasan, lalu siapa yang bertanggung jawab pada kehidupan masyarakat setempat?”, tanya Paskalis. “Sejak kapan gubernur memberi perhatian pada pembangunan perbatasan?”, tambahnya.
Terkait pembangunan gapura, ketua Komisi ini mengatakan, “bila dipandang salah, gubernur dipersilakan mengambil sikap dan membawa ke ranah hukum”, dan “bila bupati Ngada dalam memberi perhatian pada masyarakat perbatasan dianggap melanggar hukum, silakan! Gubernur mengambil sikap”. Paskalis juga menambahkan, sebaiknya gubernur datang ke perbatasan dan selayaknya seorang pemimpin memperhatikan rakyatnya dan kalau memang harus dilakukan jajak pendapat, apapun hasilnya rakyat Ngada siap menerimanya, jelasnya.
Ajakan agar gubernur NTT datang ke lokasi sengketa perbatasan juga disuarakan oleh ketua DPRD Ngada Kristoforus Loko, tujuannya agar melihat kondisi masyarakat secara langsung sekaligus mendengar apa kata masyarakat yang berada pada wilayah yang saat ini menjadi sengketa kedua daerah otonom tersebut.
Merujuk pada acara dialog terbuka yang diselenggarakan Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Baar (HPPMB) Makasar di Sambinasi, Kecamatan Riung (20 Agustus 2011), saat konferensi pers sejumlah tokoh muda dan tokoh masyarakat mengharapkan kunjungan Bupati Ngada ke wilayah mereka dalam memberi dukungan moril atas apa yang mereka alami selama wilayah mereka dianggap menjadi wilayah sengketa. “Jika bupatinya saja tidak bisa hadir ke wilayah kami, apalagi gubernur?”, kata warga yang tak bersedia disebut namanya. Saat dialog terbuka tersebut terungkap harapan besar warga perbatasan akan kehadiran bupati dan gubernur ke wilayah mereka agar segera mencari solusi yang terbaik dan tidak berlarut-larut, sehingga aktivitas warga tidak terganggu pasca sengketa perbatasan kembali mencuat. (FB/risdiyanto

Pembacaan Eksepsi Keberatan Kasus ‘Tuduhan Pengrusakan Bhaga’ ‘ADA MAFIA HUKUM PADA KASUS INI’

Bajawa.FajarBali-----Eksepsi keberatan ketiga terdakwa, Agustinus Rodja, Arnoldus Rodja, dan Andreas Anameo yang didakwa melakukan tindakan pengrusakan ‘bhaga’ (simbol wanita dalam mitologi bangunan megalitik)dibacakan kemarin (Selasa, 4/9/2011) oleh salah satu pengacara terdakwa, Yohanes Nggumbe,SH dimuka persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Subiak Teguh Wijaya, SH dengan jaksa penuntut umum, Marthen Tafuli, SH serta Panitera Persidangan Maria Dolorosa.M. Pada sidang kedua dihadiri oleh para keluarga dan kerabat sekitar 75 orang. Sidang dimulai pukul 12.10 Wita yang agendanya pembacaan eksepsi keberatan.
Sesuai pantauan wartawan FajarBali di persidangan nampak pengacara terdakwa Yohanes Nggumbe, SH, secara tegas, keras dan berbobot menyampaikan keberatan-keberatan menyangkut dibawanya kasus tuduhan pengrusakan ini dalam ranah pidana, karena dalam berbagai pandangan khususnya dalam aspek budaya, sebenarnya masalah tersebut dikategorikan dalam masalah perdata (sengketa budaya), fakta ini terungkap dalam persidangan berdasar eksepsi yang dibacakan pengacara terdakwa. Menurut Yohanes, masalah ini banyak dipengaruhi faktor eksternal karena dalam statemen eksepsi dinyatakan ada pihak yang ingin ‘mengail ikan di air yang keruh’, serta terbiasa mengaku sebagai advokat atau pengacara padahal, tegas Yohanes, padahal orang tersebut sering melakukan perbuatan yang dikategorikan mafia hukum/pokrol bambu. Dan orang yang dimaksud sdr. Drs Laurensius Roga Dhengi yang dianggap oleh pengacara terdakwa memerankan sebagai provokator. Selain itu dalam eksepsi ini dinyatakan bahwa konspiransi antara Andreas Luga, paman Dionisus Bate (sebagai pelapor kasus ini) dengan oknum Polsek (Polisi Sektor) Golewa, Brigpol Yatno cs terlihat sangat jelas dengan bahasa perintah lisan yang disampaikan lewat telepon selular yang sempat didengar oleh beberapa saksi yang disebutkan dalam eksepsi tersebut.
Kasus tuduhan pengrusakan ‘bhaga’ ini sempat menjadi bahan pergunjingan masyarakat Ngada dalam konsep ‘nua lima zua’ dimana persengketaan adat yang seharusnya diselesaikan pada wilayah budaya sepertinya dipaksakan masuk dalam wilayah pidana. Warga masyarakat Ngada yang kental dengan adat istiadat punya cara tersendiri untuk menyelesaikan konflik semacam ini, kata Antonius Sozo yang sementara ini ditunjuk sebagai pelaksana tugas ketua Suku Sawi. Jadi tidak serta merta setiap persoalan yang muncul ke permukaan yang didasarkan pada persoalan adat tidak seenaknya bisa dipidanakan, orang mau merenovasi malah dilaporkan merusak, padahal yang dilaporkan nyatanya sebagai pemilik barang budaya/adat tersebut, tegas Antonius Sozo. Ada tujuh poin eksepsi keberatan yang dibacakan, yaitu 1. Pihak menerima keberatan/eksepsi para tersangka untuk seluruhnya, 2. Menyatakan keberatan/eskepsi para tersangka/tertuduh sah dan berdasar hukum, 3. Menyatakan majelis hakim pengadilan pidana didalam perkara ini tidak mempunyai wewenang memeriksa dan mengadili perkara ini, 4. Menyatakan surat dakwaan JPU a.n. Agustinus Rodja cs tertanggal Bajawa 22 September 2011 harus dibatalkan, 5. Memerintahkan supaya tersangka / terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan dengan segala akibat hukumnya, 6. Memerintahkan supaya para tersangka/terdakwa segera direhabilitasi hak-hak, harkat dan martabatnya sesuai dengan peraturan dan / atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku, 7.Membebankan segala biaya yang timbul dalam perkara ini kepada negara.
Atas tujuh poin keberatan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marthen Tafuli meminta waktu satu minggu untuk menanggapi atau tepatnya tanggal 11 Oktober sidang ketiga tuduhan pengrusakan ‘bhaga’ dilanjutkan, dan sidang kedua ini selesai pukul 13.30. (FB/Risdianto)

Dugaan Penyelewengan Dana Di SDN Wate " Inspektorat Siap Audit "

BAJAWA, FajarBali-- Dugaan penyelewengan sejumlah bantuan yang disalurkan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) Wate, Desa Ria, Kecamatan Riung Barat sudah ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga. Sebagai bentuk tindaklanjut, Dinas PPO telah melakukan kordinasi dengan Inspektorat Daerah Kabupaten Ngada untuk melakukan pemeriksaan dan saat ini Inspektorat sedang melakukan pemeriksaan di sekolah tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (PPO) Kebupaten Ngada, Drs. Aloysius Siba mengatakan hal itu ketika dikonfirmasi wartawan , di Kantor Dinas P Inspektorat Daerah Kabupaten Ngada melakukan pemeriksaan. Apabila ditemukan adanya indikasi penyelewengan dana, maka secara otomatis ada konsekwensi hukumnya. PO, Selasa (4/10/2011). Siba mengatakan, laporan dari sejumlah orang tua murid SDN Wate yang mengatakan adanya dugaan ketidaktransparanan pengeloloan bantuan sudah diterimanya. Atas laporan tersebut, dirinya sebagai kepala dinas sudah memanggil Kepala Sekolah SDN Wate bersama komite dua minggu yang lalu.
Menurut Siba, saat ini Inspektorat Daerah Kabupaten Ngada sudah melakukan audit di sekolah tersebut untuk mengetahui apakah benar terjadinya penyalahgunaan bantuan yang disalurkan ke sekolah tersebut. Kata Siba, apabila ditemui bukti-bukti yang mengarah pada penyalahgunaan bantuan, maka konsekwensi hukumnya jelas. Dan sebagai kepala sekolah harus bertanggungjawab. Sedangkan sikap dari dinas, jika dugaan tersebut benar-benar terbukti, maka kepala sekolah akan diganti.
Siba mengatakan, dirinya belum mengetahui persis jumlah dana yang diduga adanya indikasi korupsi yang dilakukan kepala sekolah. Namun sesuai laporan orang tua murid, pengelolaan bantuan di sekolah tersebut kurang transparan, sehingga orang tua murid mencurigai adanya indikasi seperti itu. Dengan demikian, untuk mengetahui secara jelas, Inspektorat mesti melakukan audit, dan saat ini petugas dari Inspektorat Daerah Kabupaten Ngada sedang melakukan audit.
Ditanya tentang tindakan kepala sekolah yang melakukan manipulasi dana Bantuan operasional Sekolah (BOS) tahun 2009-2010, Siba mengatakan bantuan tersebut diberikan kepada murid, dimana anggarannya melebihi jumlah murid sebanyak dua orang. Dengan demikian, dana yang lebih itu harus dikembalikan ke kas negara sesuai dengan aturan pengelolaan dana BOS. Namun dan itu masih di sekolah.
Siba juga membantah pernyataan kepala sekolah yang mengatakan kepala sekolah SDN Wate pernah memberikan sejumlah uang kepada Dinas PPO Kabupaten Ngada sebagai uang pelicin untuk meloloskan proyek. “Itu pernyataan tidak benar dari kepala sekolah. Karena sampai detik ini, uang satu sen pun tidak pernah diterima oleh dinas PPO. Apalagi sebagai uang pelicin,” tegas Siba.
Untuk diketahui, 25 orang tua murid SDN Wate menyurati Bupati Ngada untuk membentuk tim audit terhadap dugaan penyalahgunaan dana beasiswa dan tindakan manipulasi terhadap dana BOS sejak tahun 2004 hingga sekarang yang diperkirakan mencapai Rp. 600.000.000. Penyalahgunaan dana terjadi pada tahun 2007, dimana SDN Wate mendapat bantuan dana beasiswa dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Tranmigrasi (Sosnakertrans) Kabupaten Ngada. Namun dana tersebut digunakan sebagai uang ‘pelicin’ di Dinas PPO Kabupaten Ngada dalam rangka mendapatkan proyek.
Masalah tindakan manipulasi yang dilakukan kepala sekolah adalah dana BOS yang sebenarnya diberikan kepada 66 orang murid, namun disulap menjadi 70 orang. Pada tahun 2010-2011, dana BOS seharusnya diberikan kepada 54 orang murid, namun disulap menjadi 85 orang. Padahal keempat anak tersebut belum mengeyam pendidikan sama sekali, namun dalam data telah terdaftar sebagai penerima bantuan. (fb/risdianto))